Lagu “Ale Rasa Beta Rasa”: Internalisasi Nilai-Nilai Sosial Orang Maluku

Oleh: Faradika Darman, S.S.

(Staf Teknis Kantor Bahasa Maluku)

Lagu adalah karangan atau karya sastra yang memiliki nilai keindahan. Lagu diciptakan tidak hanya bertujuan untuk menghibur, tetapi juga untuk menyampaikan makna atau pesan kepada pendengarnya. Di dalam lagu terdapat lirik dan irama.  Kedua unsur tersebut menyatu membentuk satu kesatuan yang indah, bernilai seni tinggi dan memiliki makna. Lagu dapat dilihat dari banyak sudut pandang tergantung bagaimana pendengar mengartikan atau memaknai lagu tersebut. Lagu merupakan karya imajinatif dengan menggunakan media bahasa yang khas. Karya sastra yang juga menggunakan bahasa yang khas adalah puisi. Bahkan puisi dapat dikatakan sebagai cikal bakal lagu apabila puisi tersebut diberikan sejumlah nada atau berupa instrumen irama. Bahasa yang digunakan dalam puisi dan lagu berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun tidak dapat dimungkiri bahwa para pencipta lagu pada saat ini pun tidak sedikit yang menciptakan lagu dengan menggunakan bahasa sehari-hari sehingga sangat mudah untuk dimengerti.  Lirik disusun secara sederhana dan diungkapkan secara sederhana pula. Ragam bahasa di dalam lirik lagu termasuk dalam kategori ragam bahasa tidak resmi atau tidak baku. Di dalam penulisan lagu, seorang pencipta lagu tidak terlalu mempersoalkan tentang kebakuan bahasa yang dipakainya. Pemakaian bahasa yang ditulis bersifat longgar seperti bahasa yang digunakan dalam situasi santai namun tentu tidak terlepas dari proses kreatif, seleksi kata, dan bahasa. Lirik lagu yang dihasilkan haruslah merupakan bahasa yang mampu memberikan nilai estetika kepada pendengarnya.

Lagu Ale Rasa Beta Rasa adalah sebuah lagu yang menceritakan tentang hubungan persaudaraan yang kental di antara orang Maluku. Konflik berbau sara belasan tahun silam yang terjadi pada hampir seluruh penjuru tanah Maluku seakan menjadi mimpi buruk yang tak akan pernah dilupakan. Lagu ini adalah salah satu bukti sejarah yang ditulis secara baik dan dinyanyikan dengan sangat indah. Lagu yang diciptakan oleh Ronny Sapulette/Amran Aba sarat akan makna.  Jika makna dalam lagu tersebut dikaji melalui pendekatan struktural yaitu melihat makna atau keterkaitan antarkata dalam larik dan larik dalam bait maka pada bait pertama secara umum menggambarkan tentang cerita sejarah tragedi/konflik yang terjadi di Maluku belasan tahun yang lalu. Lirik-lirik dalam lagu seperti ini bukanlah menjadi suatu wadah untuk mengungkap kembali kenangan pahit masa lalu namun dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan pelajaran bagi orang Maluku agar tidak terjadi lagi konflik atau peperangan seperti dulu. Larik terakhir pada bait pertama juga menggambarkan tentang adanya hubungan Pela Gandong. Pela Gandong secara sederhana dapat diartikan sebagai lambang persaudaraan sejati, perserikatan antara satu negeri di Pulau Ambon dengan satu atau beberapa negeri lain di Pulau Ambon, Lease, dan Pulau Seram (Seri Budaya Pela Gandong dari Pulau Ambon, 1997: Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku).  Pela Gandong seakan menjadi magnet dalam lagu Ale Ras Beta Rasa. Adanya pengulangan ungkapan Pela Gandong mengungkapkan bahwa dulunya orang Maluku semuanya adalah orang bersaudara, tidak membeda-bedakan agama, suku, ras, dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya kalimat yang dijadikan sebagai budaya lokal atau kearifan lokal masyarakat Maluku yaitu Ale Rasa Beta Rasa. Nilai-nilai sosial seperti ini tentunya dapat dijadikan sebagai suatu sarana untuk lebih memperkuat hubungan kekeluargaan dan kerukunan orang Maluku. Maluku yang terdiri atas bermacam-macam suku, agama, bahasa, sangat rentan untuk terjadinya konflik. “Pela Gandong” dan “Ale Rasa Beta Rasa” diharapkan dapat menjadi perekat antaragama, antarsuku, antarnegeri, dan lain-lain. Selain makna historis, dalam lirik lagu Ale Rasa Beta Rasa pula muncul pencitraan yang tergambar dalam beberapa larik, yaitu citra pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Citra pendengaran adalah hal-hal yang dapat diketahui melalui indra pendengaran terdapat pada larik 10 bait pertama “tangis balumur darah” tangis berlumuran darah. Citra penglihatan dapat dilihat pada larik “tabakar sana sini, “tabakar ujung ka ujung” dan “basarong asap api”, larik-larik tersebut dapat diketahui melalui indra penglihatan (mata). Citraan penciuman tergambar dalam larik “basarong asap api” yaitu gambaran angan yang ditimbulkan melalui indra penciuman.  Setiap pencipta lagu menciptakan berbagai jenis lagu dengan alunan musik yang berbeda-beda tentunya memiliki tujuan masing-masing. Tidak sedikit juga lagu tersebut diciptakan untuk mengenang atau melampiaskan rasa atas kenagan masa lalu yang dapat diabadikan dalam sebuah syair yang dilagukan.

Lirik Lagu ALE RASA BETA RASA

Cipta: Ronny Sapulette/Amran Aba

Sio.. sio adat

Orang Maluku’e

Ale rasa sio beta rasa

Susah sanang sama-sama’e

Jangan cuma karna

Beda suku deng agama

Katong jadi bakalae

Sama-sama angka sumpah

Hidup bae-bae

Pela Gandong lebe bae

Sio… Maluku…

Sio… Maluku…

Sio.. sio sayang

Pela deng gandong’e

Dari dolo hidop su bae-bae

Jang biking rusak lae

Sio… Maluku….

Sio… Maluku kota Ambon…..

Tragedi di kota Ambon

Sampe ka kampong kampong

Tabakar sana sini

Sio inga Pela Gandong

Sio Ambone

Tabakar ujung ka ujung

Basarong asap api

Tangis balumur darah

Sio inga Pela Gandong

Oleh: Elke, Nanaku, dan Elzanisa

2 komentar untuk “Lagu “Ale Rasa Beta Rasa”: Internalisasi Nilai-Nilai Sosial Orang Maluku”

  1. Pingback: Tarian Maluku ramaikan Perayaan Syukur Kaul Kekal ALMA

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eighteen + seven =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top