Internasionalisasi Sastra Lokal Maluku

Oleh: Dr. Asrif, M.Hum.
Kepala Kantor Bahasa Maluku

Sastra lokal dalam tulisan ini saya samakan atau serupakan dengan sastra daerah. Jadi, sastra lokal Maluku sama dengan sastra daerah yang berada di Maluku. Selain diidentikkan dengan sastra daerah, sastra lokal juga biasanya disandingkan dengan sastra tradisional. Penyandingan itu disebabkan oleh sastra lokal atau sastra daerah adalah sastra yang telah ada sejak masa lampau, menjadi ciri atau identitas masyarakat pemiliknya, menggunakan bahasa daerah dan bahkan kosakata arkais suatu, anonim, tidak diketahui penciptanya, milik sekelompok masyarakat (komunitas), umumnya digunakan pada acara-acara ritual, terdapat unsur mitos, menggunakan satu bahasa, dan sebagainya. Ciri-ciri tersebut menempatkan sastra lokal sebagai sastra tradisional karena telah berkembang sejak masa lampau.

Sebagai perkembangan dari sastra lokal, saat ini kita mengenal istilah sastra modern. Sastra modern oleh banyak pihak disamakan dengan sastra kontemporer. Sebagai pengembangan dari sastra tradisional, sastra modern atau sastra kontemporer dapat dikenali dari beberapa ciri yang membedakannya dengan sastra tradisional. Berikut ini merupakan ciri-ciri dari sastra modern yakni menyatakan identitas lokal dan juga global, diketahui penciptanya, digunakan pada acara-acara profan, rasionalitas (logika), kekinian, kolaborasi antarbudaya, menggunakan satu atau berbagai bahasa, dan sebagainya.

Dalam sastra modern atau kontemporer, seringkali unsur-unsur dari berbagai budaya dikolaborasi atau dipadu sehingga menghasilkan sastra yang sepintas tampak sebagai sastra baru dan bahkan tampak sebagai sastra asing. Unsur-unsur lokal dari satu daerah dikombinasi dengan unsur-unsur lokal dari daerah lain bahkan juga dikombinasi dengan teknik-teknik pertunjukan dan perlengkapan yang serba modern. Pada sastra modern, terjadi apa yang disebut glokalisasi budaya. Istilah glokalisasi merupakan akronim dari kata globalisasi (global) dan kata lokalisasi (lokal). Glokalisasi budaya ialah membaurnya atau menyatunya budaya global (globalisasi) dan budaya lokal (lokalisasi) dalam satu budaya baru (glokalisasi).

Momen Ambon menuju Kota Musik Dunia sebenarnya menjadi peluang besar dalam memunculkan, menghadirkan, dan mengembangkan sastra lokal Maluku ke kancah dunia (internasional). Jalan ke arah sana telah dirintis oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI bekerja sama dengan Pemerintah Kota Ambon, Provinsi Maluku. Momen ini seharusnya disambut dengan menghasilkan karya-karya berkualitas internasional dengan mengedepankan kekhasan Maluku. Unsur-unsur lokal sebaiknya menjadi “tuan rumah” kesenian (musik, sastra, dan sebagainya) Maluku.

Kekayaan sastra lokal yang ada di berbagai wilayah di Maluku dapat dieksplorasi dan dikembangkan untuk berdaya saing di kancah nasional dan internasional. Sastra lokal dapat menjadi sumber inspirasi yang nantinya akan menjadikan sastra Maluku tetap berada dalam bingkai ke-Maluku-an. Sastra lokal berupa nyanyian rakyat seperti kapata, foforuk, dan tambaroro dapat menjadi sumber inspirasi penciptaan musik kontemporer. Teknik-teknik kontemporer (modern) dapat disatupadukan dengan teknik-teknik tradisional misalnya teknik-teknik dalam kapata, foforuk, dan tambaroro itu. Hasil perpaduan budaya kontemporer dan budaya tradisional akan menghasilkan budaya yang disebut budaya glokalisasi sebagaimana digambarkan di atas.

Ambon sebagai Kota Musik Dunia sejatinya tidak hanya menduniakan karya musik yang ada di Ambon. Pada gerbong yang sama, segala budaya Maluku akan ikut serta diduniakan (diinternasionalisasikan). Dengan begitu, proses atau kegiatan melestarikan dan mengembangkan budaya Maluku akan berjalan bersama-sama dan saling melengkapi. Tentu saja usaha ini bukan perkara mudah. Oleh karena itu, semua pihak perlu bekerja sama dalam mendukung pengembangan budaya Maluku melalui upaya mewujudkan Ambon sebagai Kota Musik Dunia.

Dalam upaya mewujudkan Ambon sebagai Kota Musik Dunia, Kantor Bahasa Maluku (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) melakukan kegiatan-kegiatan kreatif seperti pelatihan, lomba, dan festival musikalisasi puisi, teater (drama), dan penulisan dan pembacaan puisi. Selain itu, Kantor Bahasa Maluku juga melakukan kegiatan revitalisasi dan visualisasi bahasa dan sastra Maluku yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan baku atau sumber-sumber perwujudan Ambon sebagai Kota Musik Dunia.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9 − three =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top