Memartabatkan Bahasa Negara

Oleh: Asrif, M.Hum.
Kepala Kantor Bahasa Maluku

Jika dihitung sejak tahun 1928 hingga tahun 2016, maka bahasa Indonesia telah berusia 88 tahun. Pada usia ke-88 tahun tersebut, bahasa Indonesia mengalami berbagai perkembangan yang menarik untuk dicermati. Pada tahun 1928, sekelompok pemuda dari berbagai pulau di Indonesia menyatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan yang wajib dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Peristiwa saat itu dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Tujuh belas (17) tahun kemudian tepatnya pada tahun 1945, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara Indonesia. Penetapan itu sejalan dengan kesepakatan para pemuda saat sumpah pemuda tahun 1928.

Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara telah melalui diskusi yang panjang dan alot. Diskusi itu antara lain pemilihan bahasa Melayu, bahasa Jawa, atau bahasa Sunda sebagai bahasa negara. Bahasa Melayu memiliki penutur yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penutur bahasa Jawa dan Sunda. Akan tetapi, atas kesadaran nasional, maka bahasa Melayu yang justru ditetapkan sebagai bahasa negara. Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan saat Sumpah Pemuda tahun 1928 itu yang kemudian memuluskan proses terbentuknya negara Indonesia. Sebuah negara berdaulat (mandiri) wajib memiliki bahasa negara. Bahasa Indonesia yang disepakati oleh para pemuda dari berbagai wilayah pada tahun 1928 kemudian mengambil peran sebagai bahasa negara.

Pada tahun 1945 itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dan menempati posisi penting dalam komunikasi sesama masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang menghubungkan masyarakat dari latar belakang bahasa daerah yang berbeda-beda. Orang Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Jogjakarta, Surabaya, Makassar, Manado, Ambon, Flores, dan Papua dihubungkan oleh bahasa yang sama-sama mereka pahami, yakni bahasa Indonesia.  Bahasa Indonesia menjelma menjadi bahasa pergaulan, komunikasi, dan identitas bagi masyarakat Indonesia yang multietnik.

Pada tahun 2016 ini, bahasa Indonesia berumur 88 tahun. Sejatinya, bahasa Indonesia semakin mandiri dan menjadi bahasa resmi dan utama sehari-hari masyarakat Indonesia. Di balik usianya yang semakin matang itu, bahasa Indonesia justru diperhadapkan dengan penggunaan bahasa asing yang marak di berbagai ruang komunikasi yang seharusnya menjadi ruang penggunaan bahasa Indonesia. Kita dapat melihat penggunaan bahasa di ruang dan badan publik seperti pusat-pusat perbelanjaan, hotel, restoran, kawasan wisata, dan spanduk-spanduk. Di berbagai kota di Indonesia termasuk di Kota Ambon, sejatinya bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa utama di ruang dan badan publik. Faktanya, bahasa asing justru mulai menggeser posisi dan peran bahasa Indonesia. Bahasa asing antara lain dipakai sebagai nama pusat perbelanjaan, hotel, dan sebagainya, padahal pusat perbelanjaan dan hotel tersebut berkedudukan di Indonesia.

Pemakaian bahasa asing di berbagai badan dan ruang publik di Indonesia bertentangan telah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pada UU tersebut, pasal 36 ayat 2 dinyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh WNI atau badan hukum Indonesia. Begitu pula pada pasal 37 ayat 1 berbunyi bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia. UU No. 24 Tahun 2009 tersebut secara tegas hendak mengembalikan martabat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bahasa Indonesia seharusnya tetap menjadi tuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia selain bahasa daerah yang tetap perlu dijaga keberadaannya.

Semangat Sumpah Pemuda pada tahun 1928 dan UU No. 24 Tahun 2009 bukan bertujuan menolak bahasa asing di Indonesia. Bahasa asing seperti bahasa Inggris sebaiknya dipelajari dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Namun demikian, posisi bahasa asing tentu pada ranah-ranah internasional atau sebagai bahasa pergaulan internasional. Di Indonesia, bahasa utama dalam komunikasi masyarakat yang berada dan bermukim di Indonesia tetap mengutamakan bahasa Indonesia, termasuk pada penggunaan bahasa di ruang dan badan publik.

Pengutamaan bahasa Indonesia di ruang dan badan publik berarti pula peneguhan dan pemartabatan bahasa negara di mata bahasa-bahasa asing milik negara lain. Negara Korea dan Jepang menempatkan bahasa negara mereka pada posisi tertinggi dari bahasa asing mana pun. Tanpa menggunakan bahasa asing, kedua negara itu tetap menjadi bangsa yang maju, modern, dan bermartabat. Oleh karena itu, bahasa Indonesia sebaiknya tetap diutamakan dan dijunjung tinggi untuk menjaga maruah negara.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 − two =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top