Eksistensi Mantra dalam Masyarakat

Helmina Kastanya
Pengkaji Bahasa dan Sastra, Kantor Bahasa Maluku

Menurut pendapat beberapa ahli, mantra merupakan kata-kata atau kalimat yang mengandung kekuatan gaib atau magis dan hanya dapat diucapkan oleh orang-orang tertentu seperti dukun dan pawang. Mantra yang dibacakan akan memberikan tenaga dan kekuatan di luar kemampuan manusia atau di luar jangkauan manusia. Dalam konteks kehidupan masyarakat mantra dan doa seringkali dibedakan karena kedua kata tersebut belum digolongkan sebagai kata bersinonim. Mantra dan doa adalah dua istilah yang resmi pemakaiannya dalam bahasa Indonesia. Dilihat dari segi maksud dan tujuannya, mantra belum mempunyai perbedaan yang jelas dengan doa. Oleh karena itu, orang kadang-kadang menyamakan kedua istilah tersebut. Badudu (1984) memberikan batasan tentang mantra yaitu sebagai bentuk puisi lama dan dianggap sebagai puisi tertua di Indonesia. Dalam KBBI disebutkan bahwa mantra merupakan ucapan atau kata-kata yang memiliki kekuatan gaib.

Pada beberapa sumber menyebutkan bahwa sebagian masyarakat tradisional khususnya di Indonesia termasuk di wilayah Maluku biasanya menggunakan mantra untuk tujuan tertentu. Hal ini sangat efektif bagi masyarakat karena selain sebagai sarana komunikasi dan permohonan kepada Tuhan, mantra dengan kumpulan kata-kata di dalamnya juga memungkinkan orang semakin rileks dan masuk pada keadaan trance. Kalimat mantra yang kaya akan metafora serta dengan gaya bahasa hiperbola dapat membantu penggunannya untuk melakukan visualisasi terhadap keadaan yang diinginkan dalam tujuan mantra. Kalimat mantra yang diulang-ulang menjadi afimaris, pembelajaran di level unconscious dan membangun sugesti diri.

Namun dalam kehidupan masyarakat, mantra seringkali dianggap sebagai hal yang negatif. Pengguna mantra sering dianggap sebagai orang pintar yang dapat memanfaatkan mantra untuk melakukan hal-hal buruk bagi orang lain di sekitarnya. Tetapi di sisi lain mantra memiliki peranan yang sangat positif bagi masyarakat. Mantra dapat digunakan untuk menjaga dan menyeimbangkan manusia dengan alam. Misalnya seorang pawang dapat menggunakan mantra untuk menghilangkan wabah penyakit dengan membaca mantranya. Dengan demikian mantra biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit, memberikan kekuatan, sebagai pelindung, dan lain-lain. Mantra dan masyarakat memiliki hubungan yang erat karena mantra tercipta dari masyarakat. Mantra ada karena ada yang mewarisinya. Demikianlah yang terjadi pada masyarakat tradisional yang masih berpegang teguh pada adat istiadatnya, tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mantra. Kepercayaan akan adanya kekuatan gaib mendorong mereka untuk merealisasikan kekuatan tersebut ke dalam wujud nyata untuk memenuhi kebutuhannya. Namun harus diakui pula bahwa dengan adanya pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat mengakibatkan keberdaan mantra tidak dapat dipertahankan dengan baik dan sudah jarang digunakan oleh masyarakat.

Sesuai gambaran penggunaan mantra di atas, penulis mengajak masyarakat untuk kembali memahami penggunaan mantra secara positif. Mantra merupakan bagian dari budaya masyarakat yang diciptakan oleh leluhur dengan maksud dan tujuan yang baik. Sebagai generasi penerus, kita diharapkan mampu menjadi pewaris yang baik. Misalnya dalam kehidupan masyarakat tradisional di Maluku, mantra kini sudah jarang digunakan. Padahal dalam beberapa hal mantra sangat dibutuhkan untuk digunakan. Salah satu bentuk penggunaan mantra yaitu pada tarian bambu gila, atraksi pukul sapu lidi, dan atraksi budaya lainnya di Maluku. Mantra memiliki peran yang sangat strategis. Oleh karena itu, perlu adanya proses pewarisan mantra yang bersifat terbuka di dalam masyarakat. Tidak hanya orang tertentu saja yang dapat memahami mantra. Masyarakat harus mampu menjaga dan menjunjung warisan budayanya masing-masing.

Salah satu contoh yang mengakibatkan mantra perlahan mulai hilang dari masyarakat adalah pewarisan mantra yang bersifat tertutup pada tarian bambu gila. Tarian ini terkenal karena dianggap memiliki kekuatan gaib. Pemimpin tarian membacakan mantra-mantra sebelum memulai tarian ini. Namun sngat disayangkan kini hanya tinggal beberapa negeri yang dapat membawakan tarian bambu gila. Hal ini terjadi karena ada pawang yang telah meninggal sehingga tidak dapat memimpin tarian bambu gila. Padahal apabila pewarisan mantra dapat dilakukan secara terbuka kepada masyarakat, maka tidak akan kehilangan salah satu budaya hanya karena tidak ada pawang. Selain dalam bentuk tarian tradisional, pewarisan mantra bersifat tertutup merupakan ciri utama bagi para pawang dalam menyembuhkan penyakit tertentu yaitu dengan membacakan mantra. Ada dua hal yang menjadi penyebabnya yaitu (1) Pawang yang tidak mau memberikan/mengajari orang lain; dan (2) masyarakat yang memandang mantra sebagai hal negatif sehingga menganggap tidak baik untuk mempelajarinya.

Kini saatnya masyarakat memahami dengan baik bahwa mantra merupakan bagian dari warisan budaya yang memiliki tujuan yang baik bila digunakan dengan positif. Penggunaan mantra yang positif di masyarakat dapat membantu masyarakat untuk menjaga keselarasan hubungan antara manusia, alam, dan pencipta.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9 − 1 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top