Harlin
Peneliti di Kantor Bahasa Maluku
Dalam setiap aktivitas manusia selalu dihadapkan pada upaya berpikir dan melahirkan hasil pemikiran dalam bentuk ujaran atau bahasa. Oleh karena itu, kapan pun, siapa pun, dan di mana pun mereka berada selalu terikat oleh aktivitas berbahasa. Tanpa bahasa, entah apa jadinya hidup dan proses kehidupan ini. Prof. Dr. B.J. Habibie di dalam salah satu forum kongres bahasa mengatakan, “jika pesawat tidak ada mungkin saya masih bisa hidup, tetapi bilamana bahasa yang tidak ada maka entah bagaimana kehidupan saya”. Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa ternyata bahasa itu begitu penting peranannya dalam alam kehidupan ini. Oleh sebab itu, hendaknya kita sebagai makhluk manusia yang sekaligus sebagai pencipta dan pemilik bahasa bersikap positif dan arif terhadap bahasa yang kita miliki. Manusia tidak boleh seenaknya dan semaunya menggunakan bahasa. Artinya, seseorang yang berbicara atau berbahasa hendaknya memiliki kontrol yang baik pada alur bicara terutama dalam memilih kata.
Pada kondisi yang demikian, pembicara tidaklah sekadar tampil sebagai orator yang dikelilingi banyak orang, namun si pembicara harus sadar dan melabeli diri dengan moto “bahasa menunjukkan bangsa”. Dengan kata lain, bahasa yang digunakan dapat menjadi identitas pribadi. Untuk itu, bahasa harus dijaga kewibawaan dan kemartabatannya, termasuk wibawa pemakainya. Kesemrawutan dan kerancuan berbahasa harus dihindari. Perhatikan kutipan pernyataan yang dikemukakan seorang kandidat eksekutif atau calon penguasa yang menyatakan,
“kalau saya kelak terpilih menjadi pejabat nomor satu di daerah ini akan saya tingkatkan eselonmu dari eselon dua menjadi eselon tiga”.
Dalam pernyataan tersebut, si calon menjanjikan kenaikan pangkat dan jabatan baru. Namun, makna sesungguhnya pernyataan tersebut bukannya naik pangkat atau jabatan, melainkan turun jenjang kepangkatan eselonnya. Untuk itu, sekali lagi harus ditekankan bahwa kecermatan memilih kata dalam berbahasa Indonesia harus diperhatikan. Jangan sekadar ikut-ikutan menggunakan istilah yang memang belum dipahami makna dasarnya. Dapat dipastikan bahwa di dalam bertutur sapa, seseorang tidak diukur dari banyaknya istilah atau kosakata asing yang digunakan, melainkan dapat diukur dari seberapa jauh ia mampu memberi pemahaman kepada lawan bicaranya. Sebaliknya, dapat dikatakan bahwa seseorang dinyatakan hebat dalam berpidato bilamana apa yang ia maksudkan dalam pembicaraan seluruhnya dapat dimengerti.
Sekarang, kita renungkan kembali posisi kita masing-masing, dari mana kita, akan ke mana kita, serta siapa yang menjadikan kita seperti sekarang? Bukankah dengan upaya penyadaran seperti ini akan lebih memberi manfaat? Oleh karena itu, apa susahnya kita menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang tepat. Berbahasa, berbicara, dan berkomunikasilah dengan memilih kata yang mampu dicerna oleh lawan tutur. Bilamana upaya dan pelatihan diri berbicara di tempat-tempat tertentu tidak dibiasakan dengan sikap seperti yang telah disebutkan, niscaya tenaga kita akan banyak terkuras karena maksud tidak tersampaikan dengan baik, sehingga waktu dan kegiatan akan menjadi sia-sia belaka.
Kebiasaan-kebiasaan yang kurang terpuji dalam memilih kata sering terlihat dan terdengar di beberapa tempat umum, misalnya sebagai berikut.
“Mesin dimatikan pada saat mengisi BBM”
“Tanah ini mau dijual”
“Jual kursi dan reparasi”
“Rumah ini mau dikontrakkan”
Semua contoh tersebut pada dasarnya memiliki maksud tertentu. Hanya saja bentuk dan cara pengungkapannya menyimpang dari tatanan kebahasaan yang benar. Bagi mereka yang membaca ungkapan tersebut belum efektif dan kurang komunikatif.
Contoh pertama BBM tidak pernah diisi, tetapi diisikan. Yang diisi adalah tangki. Untuk itu, ungkapan tersebut dapat diluruskan menjadi “mesin dimatikan pada saat mengisikan BBM ke dalam tangki” atau “mesin dimatikan pada saat pengisian BBM” atau “harap matikan mesin pada saat pengisian BBM”.
Selanjutnya, pada contoh kedua bila dikaji pada sisi ketatabahasaan juga tidak logis karena sesungguhnya tidak memiliki kemauan. Yang memiliki kemauan adalah pemilik tanah. Oleh karena itu, contoh kedua dapat dibetulkan menjadi “tanah ini akan dijual”. Atas dasar itu, pembaca memperoleh informasi bahwa ada tanah yang akan dijual dan ada penjualnya.
Contoh ketiga telah memberi makna yang sangat rancu karena si pemberi informasi menyatakan menjual kursi dan reparasi. Kajian ketatabahasaannya menunjukkan bahwa seseorang telah menjual kursi. Di samping itu, ia juga menjual reparasi. Pertanyaan yang muncul adalah benda apakah kiranya yang dimaksud dengan reparasi itu? Jadi, pernyataan tersebut sebaiknya ditulis menjadi “menjual kursi dan melakukan reparasi atau jual kursi dan reparasi kursi”
Kemudian kalimat keempat “rumah ini mau dikontrakkan” adalah sejalan dengan kasus tanah ini mau dijual. Artinya, rumah tidak pernah memiliki kemauan karena rumah adalah benda mati. Yang berkemauan adalah pemiliknya. Jadi, bilamana diluruskan ungkapan tersebut akan berbunyi “rumah ini akan dikontrakkan”. Artinya ada rumah akan dikontrakkan dan ada pemilik siap mengontrakkan rumahnya.
Akhirnya, kesalahan pemilihan kata dalam bahasa Indonesia seperti yang telah diuraikan kiranya tidak lagi terjadi. Paling tidak, kita belajar dan benahi bahasa Indonesia kita mulai dari sekarang. Jangan segan-segan meminta petunjuk dari buku pintar yang bernama KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bila ada hal yang sulit untuk dikemukakan. Jangan terlalu mudah meniru atau melatah pada seseorang, baik gaya bicaranya maupun meniru kosakata yang digunakannya karena hal itu tidak banyak memberi keuntungan karena nilai positifnya sangat rendah.