Perjalanan Revolusi “Berkarya atau Mati”, Kesaksian titik ke-40

Rangkaian kegiatan Kantor Bahasa Maluku di Banda Naira ditutup dengan Pementasan Teater dari peserta Pelatihan Teater dan Puisi serta Monolog memukau Achmad Zain, sastrawan senior dari Sulawesi Tenggara. Bertempat di Aula STKIP Hatta-Sjahrir, Banda Naira, pementasan yang dimulai pukul 20.00 WIT, 21 September 2017, berlangsung meriah. Aula dipadati penonton yang bukan saja mahasiswa setempat, tetapi juga anak-anak, komunitas kreatif Banda, bahkan wisatawan asing yang sedang berlibur di Kepulauan Banda.

Pementasan tiga babak ini dibuka dengan penampilan kelompok Cilubintang, yang beranggotakan mahasiswa STKIP Hatta-Sjahrir. Bercerita tentang prahara keluarga karena perebutan harta warisan, pementasan yang berlangsung 30 menit itu sukses merebut hati penonton.

Kelompok kedua, Boy Kerang, juga tak kalah memukau. Bercerita tentang pemuda pemakai narkoba yang terciduk polisi, penampilan ini mampu mengolah emosi penonton. Penonton dibuat tertawa dan sedih hanya dalam jeda beberapa menit. Kedua kelompok diatas, Cilubintang maupun Boy Kerang,  adalah mahasiswa STKIP Hatta-Sjahrir yang mengikuti Pelatihan Teater dan Puisi Kantor Bahasa Maluku. hanya dalam tempo 3 hari pelatihan, mereka mampu menampilkan performa yang baik di panggung. Naskah yang dibuat sendiri dan menggunakan dialek Banda membuat penampilan mereka terasa akrab dengan keseharian masyarakat Naira.

Meike Pieter, S.Pd., staf KBM yang turut menyaksikan penampilan mereka merasa puas. “Ekspresi mereka sangat total. Saya suka penampilan kedua terutama adegan ditembak polisi, sangat alami,” katanya. Meike juga menilai pencapaian kedua kelompok walau hanya mengikuti 3 hari pelatihan. “Selain ekspresi, vokal mereka juga sangat baik, artikulasinya jelas. Tetapi masih ada masalah di-bloking (panggung) dan property. Secara umum, untuk 3 hari pelatihan, penampilan mereka sangat baik,” terang Mei.

Monolog Perjalanan Revolusi

Malam pentas ini ditutup dengan sebuah penampilan monolog dari Achmad Zain, sastrawan senior yang juga staf pengajar Universitas Haluoleo. Achmad yang selama 3 hari kegiatan menjadi narasumber sekaligus pelatih tampil memukau membawakan penampilan tunggal berjudul Perjalanan Revolusi “Berkarya atau Mati”, yang terinspirasi dari Puisi Reportase Kematian Karya Irianto Ibrahim. Penampilan yang bercerita tentang akhir hidup tawanan tentara yang dicurigai terlibat pemberontakan ini membuat beberapa penonton meneteskan air mata.

Achmad sendiri mengakui penampilan di Banda Naira kali ini adalah penampilan ke-40 dari rencana 50 lokasi pentas. Rangkaian pentas bertajuk Kesaksian di 50 Titik ini adalah salah satu dari beberapa proyak teater yang sedang digarap serius oleh pendiri sanggar dan penerima Penghargaan Pegiat Sastra dari Balai Bahasa Sulawesi Tenggara ini. []AR

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

six + one =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top