Bahasa Koa-Koa di Pulau Seram Bagian Utara

Asrif

(Kepala Kantor Bahasa Maluku)

Di Pulau Seram bagian utara, terdapat beberapa negeri adat seperti Negeri Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai. Oleh masyarakat setempat, bahasa yang digunakan di tiap negeri itu memiliki nama yang sama dengan nama negerinya. Negeri Sawai memiliki bahasa bernama Sawai sedangkan Negeri Saleman memiliki bahasa bernama Saleman. Demikian pula halnya dengan Negeri Pasanea, Besi, dan Wahai yang nama bahasa daerahnya sama dengan nama negerinya. Penamaan seperti itu jamak terjadi di Provinsi Maluku. Nama negeri sekaligus menjadi nama bahasa daerah. Begitulah menurut pengakuan masyarakat setempat.

Hasil penelitian Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) menemukan bahwa bahasa daerah yang digunakan di Negeri Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai bukanlah bahasa yang berbeda-beda. Pada kelima negeri adat itu, bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya adalah bahasa yang sama.

Temuan itu diperoleh dari cara penelitian yang menggunakan metode dialektometri. Metode dialektometri dilakukan dengan cara menganalisis 400 kosakata yang berasal dari 200 kosakata dasar swadesh dan 200 kosakata budaya. Pemilihan analisis didasarkan pada dua bidang tataran linguistik, yaitu fonologi dan leksikon. Secara dialektologis, kedua bidang linguistik tersebut lebih dapat membedakan bahasa-bahasa yang ada di dunia dibandingkan dengan perbedaan gramatika dan semantik. Mengacu pada temuan tersebut, istilah bahasa Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai menjadi nama dialek atau rim.

Adanya perbedaan sejumlah kosakata bahasa daerah yang digunakan pada tiap negeri itu adalah sesuatu yang wajar. Dalam ilmu bahasa, dikenal teori gelombang atau teori pohon. Semakin jauh atau berjarak suatu hubungan, maka pengaruh akan menjadi berkurang. Gelombang yang tadinya tampak besar, ketiga bergerak menjauh dari pusatnya, maka ia tampak mengecil. Demikian pula halnya pada pohon, semakin panjang ranting, makan akan semakin kecil ujungnya. Seperti itu pula pada bahasa. Dua kelompok masyarakat yang semula berbahasa sama, akan mulai menunjukkan perbedaan jika masyarakat itu dibagi dalam dua kelompok dan dimukimkan pada wilayah yang berbeda. Situasi kebahasaan seperti itu jamak terjadi di Provinsi Maluku.

Kondisi kebahasaan seperti itulah yang terjadi pada Negeri Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai. Hasil kajian ilmiah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) menunjukkan bahwa kelima negeri adat itu adalah satu bahasa. Perbedaan beberapa kosakata di antara kelima negeri itu terjadi sebagai akibat perbedaan tempat tinggal (alam) dan pengaruh bahasa lain yang ada di sekitar mereka.

Kesatuan bahasa pada dasarnya menunjukkan kesatuan entitas kelima negeri itu. Negeri Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai adalah satu bahasa yang berarti satu entitas.

Jikalau kelima negeri adat itu memiliki bahasa yang sama, maka pertanyaan yang muncul yakni apa nama bahasa di utara Pulau Seram itu? Penelusuran tim dari Kantor Bahasa Maluku (Asrif dan Arie Rumihin) berhasil mengidentifikasi nama bahasa yang pernah digunakan di kawasan Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai, yakni Koa-Koa. Pada masa lampau, bahasa daerah yang digunakan pada kelima negeri adat itu dikenal dengan nama bahasa Koa-Koa (informan: Bapak Arif, pengurus rumah adat Negeri Sawai).

Pengidentifikasian nama bahasa Koa-Koa ini cukup melegakan. Sebabnya yakni penamaan bahasa pada lima negeri adat itu bukanlah perkara mudah. Sebagai contoh, jika bahasa daerah pada kelima negeri itu kami namai bahasa Sawai, kemungkinan besar empat negeri lainnya akan menolak nama itu. Demikian pula sebaliknya.

Kasus kebahasaan sebagaimana terjadi pada negeri-negeri adat di utara Pulau Seram itu juga terjadi di beberapa kawasan lainnya di Maluku, terutama di Pulau Saparua, Haruku, Ambon, Buru, dan Seram. Untuk itu, penamaan bahasa pada beberapa negeri yang diduga berpenutur bahasa daerah yang sama memerlukan kajian-kajian sejarah, antropologi, dan sosiologi. Selain itu, diperlukan kebesaran hati bersama untuk menempatkan bahasa sebagai penyatu dan perekat

Hadirnya satu nama bahasa untuk menamai bahasa daerah yang digunakan di lima negeri adat itu dapat menjadi kekuatan baru bagi negeri terkait: Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai. Satu bahasa akan menjadi perekat dan pengikat antar-negeri. Generasi muda yang berbeda negeri akan disatukan oleh kesamaan bahasa melalui nama yang sama, misalnya Koa-Koa untuk Negeri Sawai, Saleman, Pasanea, Besi, dan Wahai.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

14 + 15 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top