Harlin, S.S.
(Peneliti Pertama, Kantor Bahasa Maluku)
Seorang pegawai datang terlambat. Begitu tiba di depan meja tempat mengisi daftar hadir, ternyata daftar hadir sudah tidak ada. Segera pegawai tersebut melapor kepada atasannya, “Pak, tadi saya belum absen”. Tanpa komentar apa-apa, kepala kantor menyilakan si pegawai untuk mengisi daftar hadir.
Dalam tulisan ini, yang akan dibicarakan bukanlah masalah keterlambatan si pegawai, melainkan ucapannya yang mengatakan bahwa dia belum absen. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata absen memiliki makna ‘tidak hadir; tidak masuk (sekolah, kerja, dan sebagainya’). Jadi, jika kita mengikuti makna dalam KBBI itu ucapan si pegawai itu bermakna dia tidak hadir, padahal, sebenarnya dia hadir, meskipun terlambat. Nah, hal ini justru yang sering dipakai atau digunakan oleh masyarakat. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?
Di bawah kata absen dalam KBBI sebagai subentri ada kata mengabsen dengan makna ‘memanggil (menyebutkan, membacakan) nama-nama orang pada daftar nama untuk memeriksa hadir tidaknya orang’, lalu diberikan contoh penggunaannya dalam kalimat: “Setiap pagi guru mengabsen murid-muridnya.”
Dari keterangan tersebut jelas bahwa kata mengabsen berarti ‘memanggil atau menyebutkan, atau membacakan nama-nama (siswa, dsb.) untuk mengetahui kehadiran atau ketidakhadiran seseorang’. Kata mengabsen adalah sebuah verba transitif dalam ragam formal. Dalam ragam informal awalan meN-nya ditanggalkan, sehingga menjadi absen saja. Oleh karena itu, kata absen ini memiliki dua identitas leksikal. Pertama, yang bermakna tidak hadir seperti dalam kalimat (1) Saya absen dalam pertemuan itu, sehingga saya tidak tahu apa-apa. Kedua, kata absen (sebagai bentuk informal, yang dilesapkan awalan meN-nya) yang bermakna ‘menyebutkan, memanggil, atau membacakan nama-nama untuk mengetahui hadir dan tidaknya (siswa, pekerja, dan sebagainya)’ seperti dalam kalimat (2) “Harap tenang, kalian akan saya absen”, kata ibu guru. Sepertinya yang digunakan si pegawai yang terlambat tadi adalah kata absen yang bermakna kedua. Jadi, jika diartikan, ucapan si pegawai: “Pak, tadi saya belum absen” sebetulnya bermakna “Pak, tadi saya belum menyebutkan, memanggil, atau membacakan nama-nama untuk mengetahui …’. Padahal, sesungguhnya yang dimaksud si pegawai adalah kebalikannya, yaitu “Pak, tadi nama saya belum disebutkan, dipanggil, atau dibacakan. Jadi, dalam bentuk pasif, kalimat tersebut seharusnya diucapkan (3) Pak, tadi saya belum diabsen. Di sini tampak gejala lain dalam bahasa Indonesia. Selama ini hanya awalan meN– dan ber– saja yang sudah biasa dilesapkan dalam ragam bahasa nonformal; tetapi di sini kita lihat awalan di- (sebagai penanda verba pasif) pun dapat dilesapkan.
Dalam KBBI di bawah entri absen terdapat kata absensi dengan makna ‘ketidakhadiran’. Penggunaan kata absensi ini tidak bermasalah karena pengguna bahasa telah biasa menggunakannya dengan tepat, contohnya (4) “Absensi saya selama bulan Oktober sudah dua kali”.
Sekarang kita sudah paham apa arti kata absen. Jadi, apakah kita mau dianggap absen meskipun hadir?