Adi Syaiful Mukhtar
(Pengkaji Kebahasaan dan Kesastraan, Kantor Bahasa Maluku)
Secara politis, fungsi bahasa Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Kedua fungsi tersebut dilandasi oleh landasan filosofis dan yuridis. Landasan filosofis bahasa Indonesia terekam dalam baris ke tiga Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada 27—28 Oktober 1928 di Jakarta tersebut menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia untuk tetap menjaga bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Sementara itu, landasan yuridis bahasa Indonesia sangat jelas tercantum dalam pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Meskipun pasal tersebut hanya berbunyi demikian, pasal berikutnya yaitu 36c UUD 1945 jelas menyampaikan bahwa ketentuannya diatur dalam undang-undang. Undang-undang yang dimaksud adalah UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta lagu kebangsaan.
Bahasa Indonesia dapat berfungsi sebagai bahasa nasional jika dapat berperan sebagai lambang kebanggaan kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai luhur sosial budaya bangsa, sehingga hal tersebut mendasari rasa kebanggaan seluruh budaya bangsa di Indonesia, tidak hanya bangga menggunakan, tetapi juga memeliharanya.
Fungsi politis bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga dapat dilihat dari perannya sebagai lambang identitas nasional. Hal tersebut sesuai dengan amanat pasal 1 UU Nomor 24 Tahun 2009, diantaranya menyebutkan bahwa “Bahasa negara kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Bahasa Indonesia sebagai identitas nasional sudah selayaknya menjadi bahasa pengantar di dunia pemerintahan dan pendidikan.
Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa. Suku bangsa tersebut mempunyai banyak perbedaan pada tiap-tiap budayanya. Meskipun perbedaannya terlihat jelas, komunikasi antarsuku bangsa harus tetap terjalin demi keutuhan NKRI. Oleh karena itu, bahasa Indonesia mempunyai peran sebagai alat perhubungan antar warga, antar daerah, dan antar budaya. Peran tersebut memenuhi fungsi bahasa Indonesia secara politis sebagai bahasa nasional.
Komunikasi antar suku bangsa yang telah terjalin di semua aspek kehidupan bermasyarakat memberikan kekuatan tersendiri bagi keutuhan NKRI. Roda perekonomian antardaerah juga akan berjalan dengan semestinya. Perdagangan dari berbagai daerah pun juga akan saling berkontribusi dengan baik tanpa kendala komunikasi. Kebijakan pemerintah terkait politik, keamanan, hingga isu keberagaman agama antardaerah di Indonesia dapat dikomunikasikan dengan baik. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar bagi suku bangsa yang mempunyai bahasa daerah yang khas, sehingga fungsi bahasa Indonesia secara politis sebagai bahasa nasional memenuhi perannya menjadi pemersatu suku bangsa.
Fungsi politis bahasa Indonesia selain sebagai bahasa nasional juga sebagai bahasa negara. Fungsi politis bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berperan sebagai bahasa resmi kenegaraan telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 36. Selain itu, dasar penggunaan bahasa Indonesia telah diatur dalam UU No. 24 Tahun 2009 pasal 1 poin 2 yang berbunyi, “Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Peran bahasa Indonesia selain sebagai bahasa kenegaraan, secara politis bahasa Indonesia juga berperan sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan dan alat pengembangan kebudayaan. Bahasa Indonesia digunakan sebagai pengantar dalam dunia pendidikan terutama untuk jenjang pendidikan dasar di Indonesia seperti sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Materi pelajaran di jenjang pendidikan tersebut juga harus berbahasa Indonesia. Sering ditemui buku materi tambahan untuk meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan yang berasal dari luar negeri dan berbahasa asing. Buku tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia jika ingin digunakan di Indonesia dan sebagai rujukan utama suatu ilmu.
Kewibawaan bahasa Indonesia juga tersiar di dunia pendidikan luar negeri. Terbukti bahasa Indonesia juga dipelajari di salah satu universitas di Korea Selatan, yaitu di Hankuk University Of Foreign Studies. Salah satu tenaga pengajar juga didatangkan dari Indonesia yaitu sastrawan Jawa Timur: Tengsoe Tjahjono. Hal tersebut menunjukkan bahwa dunia juga memiliki ketertarikan terhadap budaya di Indonesia. Jika bangsa lain memiliki ketertarikan bahasa Indonesia, kita sebagai bangsa Indonesia seharusnya memiliki rasa lebih dari sekadar tertarik, yaitu memiliki rasa bangga untuk melindungi bahasa Indonesia.