Nita Handayani Hasan
(Pengkaji Kebahasaan dan Kesastraan, Kantor Bahasa Maluku)
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terus berkembang dan mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan pemakainya. Adanya era globalisasi saat ini memungkinkan penggunaan Bahasa Indonesia harus berinteraksi dengan penggunaan bahasa asing. Hal tersebut memaksa pengguna bahasa Indonesia harus mempelajari bahasa asing. Namun demikian, seharusnya penggunaan bahasa Indonesia harus tetap memartabatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa utamanya.
Penggunaan bahasa Indonesia di luar ruang saat ini sangat memprihatinkan. Tidak hanya pihak swasta yang lebih memilih menggunakan bahasa asing, tetapi juga banyak terdapat kesalahan-kesalahan ejaan dalam penggunaan bahasa Indonesia pada papan-papan nama dan iklan yang dibuat oleh kantor-kantor pemerintahan.
Kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di luar ruang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor dari dalam dapat dilihat dari kurangnya sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pemerintah belum mampu memberlakukan sanksi yang tegas bagi pihak swasta atau investor yang salah menggunakan bahasa Indonesia. Keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan semestinya menjadi landasan bagi pemerintah dalam memberlakukan aturan dan sanksi terhadap penggunaan Bahasa Indonesia di ruang publik.
Faktor dari luar muncul akibat adanya persepsi masyarakat bahwa penggunaan bahasa asing lebih memiliki nilai ekonomis. Mereka beranggapan bahwa barang-barang yang dijual menggunakan bahasa asing memiliki mutu yang lebih bagus dibandingkan barang-barang yang menggunakan bahasa Indonesia. Adanya anggapan tersebut semestinya dapat memacu pemerintah untuk meningkatkan kualitas atau mutu produk-produk dalam negeri. Selain itu, penganjuran penggunaan istilah-istilah dalam bahasa Indonesia kepada para pengusaha dapat mengangkat nama bahasa Indonesia sehingga lebih dikenal secara luas.
Permasalahan penggunaan istilah-istilah asing di ruang publik tidak hanya terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Kota Ambon sebagai pusat pemerintahan Provinsi Maluku juga mengalami permasalahan tersebut. Penamaan pusat-pusat perbelanjaan, kantor-kantor instansi pemerintahan, iklan-iklan di media cetak dan elektronik, dan penggunaan bahasa Indonesia di luar ruang lainnya di Kota Ambon sangat memprihatinkan.
Mayoritas pusat-pusat perbelanjaan yang ada di Kota Ambon menggunakan istilah-istilah asing. Padahal, para pengunjung pusat-pusat perbelanjaan berasal dari kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Maluku. Kebanyakan dari mereka tidak paham arti atau makna yang terdapat dalam istilah-istilah asing yang dipakai. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran para pemilik pusat-pusat perbelanjaan untuk lebih mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia.
Ketidaktahuan masyarakat terhadap keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan merupakan salah satu penyebab maraknya penggunaan istilah asing di ruang publik. Selain itu, tidak adanya kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga memicu buruknya penggunaan bahasa Indonesia pada ruang publik dan kehidupan sehari-hari.
Kesalahan penggunaan bahasa Indonesia juga sering terjadi pada penulisan papan nama di kantor-kantor pemerintahan di Kota Ambon. Kantor-kantor pemerintahan semestinya dapat menjadi acuan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat. Namun kurangnya kesadaran instansi pemerintah dalam mencari tau penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadikan banyak terjadi kesalahan ejaan pada penulisan papan nama. Kebanyakan dari mereka hanya mengandalkan “rasa” dalam menulis papan nama atau iklan di luar ruang, dibandingkan harus mengecek pada kaidah bahasa yang baku.
Selain kesadaran dari para pengguna bahasa, dibutuhkan sinkronisasi peraturan antar instansi dalam pemartabatan bahasa di ruang publik. Salah satu instansi pemerintah yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik di Kota Ambon yaitu Dinas Pendapatan Daerah. Dinas tersebut belum memiliki aturan khusus terkait pengecekan penggunaan bahasa bagi instansi pemerintah atau swasta yang ingin memasang iklan pada media luar ruang. Dinas Pendapatan Daerah Kota Ambon hanya mengacu pada UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam UU tersebut hanya mengatur pemasukan yang diperoleh pemerintah kota melalui iklan luar ruang. Jika pihak Dinas Pendapatan Daerah dapat menerapkan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan pada salah satu prosedur operasional sistemnya maka pengendalian penggunaan bahasa asing di ruang publik di Kota Ambon dapat dilakukan dengan baik.
Peran instansi pemerintah semestinya dapat ditingkatkan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia memiliki tata aturan tertentu yang harus ditaati dan dipelajari dalam penggunaannya. Dengan menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari maka kita akan menjadi masyarakat yang mencintai bahasanya.
Masyarakat Indonesia sebaiknya belajar mencintai bahasa nasionalnya dan belajar memakainya dengan kebanggaan dan kesetiaan. Sikap bahasa seperti itulah yang membuat orang Indonesia berdiri tegak di dunia yang sedang dilanda arus globalisasi, dan tetap dapat mengatakan dengan bangga bahwa orang Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, tuan di tanahnya sendiri, yang mampu menggunakan bahasa nasionalnya sendiri untuk semua keperluan modern.