Sekolah Berbasis Bahasa Inggris di Indonesia: Pengingkaran terhadap Sumpah Pemuda 1928

Faradika Darman

(Pengkaji Kebahasaan dan Kesastraan, Kantor Bahasa Maluku)

 

“Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia”, itulah bunyi butir ketiga Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada Oktober 1928. Saat ini, sumpah tersebut kurang lebih telah ada selama hampir 89 tahun. Jika dicermati dan diperhatikan dengan baik, tenggang waktu yang cukup lama ini tidak menjamin bahwa bahasa Indonesia telah dijunjung dan menjadi bahasa utama di negara ini.

Salah satu ancaman terhadap bahasa Indonesia pada era globalisasi saat ini yakni maraknya penggunaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Tak dapat dipungkiri, bahasa Inggris secara perlahan telah menggeser keberadaan bahasa Indonesia dan tidak menutup kemungkinan suatu saat bahasa Indonesia benar-benar tidak didengar lagi di rumahnya sendiri.

Banyak hal yang dapat dijadikan tolok ukur bahasa Indonesia belum menjadi tuan di rumahnya sendiri. Salah satu hal yang tidak banyak disadari adalah tentang penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, baik SD, SMP, dan juga SMA. Alasan pembubaran Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) beberapa tahun lalu yaitu terkait dengan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan.

Namun tampaknya, saat ini kembali bermunculan sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar. Banyak sekolah di Indonesia yang menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Hal yang sama terjadi di Provinsi Maluku. Hadirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pun seolah tidak diindahkan.

Penggunaan bahasa negara (bahasa Indonesia) di dalam negeri berbanding terbalik dengan perkembangan bahasa Indonesia di luar negeri. Semakin hari semakin marak sekolah dan universitas yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa. Sederhananya, bahasa Indonesia lebih diperhitungkan di luar negeri dibandingkan dengan di tempat kelahirannya sendiri.

Ketika bahasa Inggris diagung-agungkan karena memiliki nilai, gengsi, dan derajat yang lebih tinggi dari bahasa Indonesia, maka sebaliknya di luar negeri peminat bahasa Indonesia selalu bertambah jumlahnya. Hal tersebut juga dapat dilihat dari bertambahnya jumlah pengajar bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) dari tahun ke tahun yang dikirim ke berbagai negara.

Pada lembaga-lembaga pendidikan, seharusnya bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa utama. Kualitas penggunaan bahasa Indonesia justru perlu ditingkatkan. Jika dari tahun ke tahun orang yang mempelajari bahasa Indonesia di luar negeri semakin bertambah, mengapa kita sebagai orang Indonesia justru menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan?

Orang asing tertarik belajar bahasa Indonesia karena keunikan dan kekhasan budaya dan sosial bangsa Indonesia. Jika di bangku pendidikan generasi muda telah dibiasakan dengan penggunaan bahasa asing, maka di manakah posisi bahasa Indonesia?

Jadilah pengguna bahasa yang cerdas dan dapat menggunakan bahasa Indonesia, bahasa asing, juga bahasa daerah sesuai dengan tempat dan waktu penggunaannya. Dalam beberapa situasi kebahasaan, penutur wajib menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut secara umum telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 25 ayat (3) bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Selanjutnya, secara khusus pada pasal 29 ayat (1) dan (2) bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional dan bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. Kedua pasal tersebut sudah cukup jelas mengatur tentang posisi dan penggunaan bahasa Indonesia juga posisi bahasa asing dalam dunia pendidikan.

Bagaimana dengan bahasa daerah? Bahasa daerah digunakan ketika berada di rumah atau berkumpul dengan orang-orang yang berasal dari satu daerah. Bahasa asing pun demikian, ketika berada dalam satu pekumpulan internasional, penutur dituntut untuk mengetahui dan mengikuti perkembangan zaman agar bisa bergaul dengan orang dan dunia internasional. Pada ranah seperti itu, penutur menggunakan bahasa asing.

Pengguna bahasa Indonesia bukanlah orang-orang yang anti atau menolak bahasa asing. Penggunaan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing disesuaikan dengan situasi dan konteks penggunaan. Mari kita utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan pelajari bahasa asing.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 × three =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top