Erniati
(Peneliti Pertama Kantor Bahasa Maluku)
Verba atau kata kerja biasanya dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Namun batasan ini masih tegas karena tidak mencakup kata-kata seperti tidur dan meninggal yang dikenal sebagai kata kerja tetapi tidak menyatakan perbuatan atau tindakan. Sehingga verba disempurnakan dengan menambah kata-kata yang menyatakan gerak badan atau terjadinya sesuatu sehingga batasan itu menjadi bahwa kata kerja adalah kata-kata yang menyatakan perbuatan, tindakan, proses, gerak, keadaan dan terjadinya sesuatu (Keraf, 1991:72). Verba menurut Sudaryanto (1991:6) adalah kata yang menyatakan perbuatan dapat dinyatakan dengan modus perintah, dan bervalensi dengan aspek keberlangsungan yang dinyatakan dengan kata “lagí” (sedang).
Sebagai salah satu kelas kata dalam tuturan kebangsaan verba mempunyai frekuensi yang tinggi pemakaiannya dalam suatu kalimat. Selain itu, verba mempunyai verba mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyusunan kalimat. Pendapat lain dikemukakan oleh Kridalaksana (1993:226) menyatakan bahwa verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat. Dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memilki unsur semantik perbuatan, keadaan, dan proses. Kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata “tidak” dan tidak mungkin diawali kata sangat, lebih, dan sebagainya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) verba adalah kata yang menggambarkan proses, menunjukkan perbuatan, atau keadaan; kata kerja. Ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku bentuk-bentuk kebahasaannya (morfologi, sintaksis, dan semantiknya). Tulisan ini mendeskripsikan verba dari aspek semantik atau maknanya. Dari aspek semantik (maknanya), verba terbagi menjadi tiga, yaitu (1) verba perbuatan (aksi), (2) proses, dan (3) keadaan. Selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut ini.
Pertama, verba perbuatan. Verba perbuatan (aksi) dapat dikenali dari dua ciri: (a) dapat menjadi jawaban terhadap pertanyaan. Apa yang dilakukan oleh subjek, (b) dapat dipakai sebagai pembentuk kalimat perintah. Contoh (1) Rara belum mandi sejak kemarin. (2) Hamid tidur sejak tadi. (3) Paman naik haji tahun lalu. (3) Saya belum makan sejak seminggu yang lalu.
Kata yang dicetak miring pada kalimat di atas adalah verba perbuatan. Kata mandi, dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan: Apa yang belum dilakukan Rara sejak kemarin? Kata tidur merupakan jawaban terhadap pertanyaan: Apa yang dilakukan Hamid? Demikian pula dengan kata naik haji, adalah verba perbuatan sebab. Secara sistematis kata tersebut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan Apa yang dilakukan paman pada tahun lalu. Kata makan merupakan verba perbuatan. Kata makan dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan apa yang saya lakukan sejak seminggu yang lalu. Selain itu, dapat pula digunakan sebagai kalimat perintah dalam kalimat seperti (1) Mandilah sesuka kalian! (2) Tidur! (3) Makan!
Contoh verba perbuatan yang lain, yakni (1) membeli, (2) bernyanyi, (3) membaca, (4) belajar, dan (5) mempertanggungjawabkan.
Kedua, verba proses. Verba proses dapat dikenali melalui dua indikator: (a) dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan: apa yang terjadi pada subjek, (b) mengisyaratkan keadaan ke keadaan yang lain. Perhatikan contoh berikut: (1) Padi di sawah Pak Hasan telah menguning. (2) Air di sawah sudah mengering.
Verba yang dicetak miring pada kalimat di atas adalah verba proses. Kata menguning pada kalimat di atas dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan: Apa yang terjadi pada sawah Pak Hasan. Selain itu, kata tersebut juga mengisyaratkan adanya “perubahan dari kuning menjadi kuning atau agak kuning’. Demikian pula dengan kata mongering, pada kalimat di atas digunakan untuk menjawab pertanyaan: Apa yang terjadi pada air di sawah? Mengering juga mengandung makna adanya” perubahan dari tidak kering menjadi kering atau agak kering. Contoh verba proses lainnya (1) mengecil, (2) meledak, (3) terdampar, dan (4) kebanjiran.
Ketiga, verba keadaan. Verba keadaan umumnya tidak dapat digunakan untuk menjawab kedua pertanyaan di atas dan tidak dapat pula digunakan sebagai perintah. Verba keadaan mengisyaratkan acuan verba berada dalam situasi tertentu. Verba yang mengandung makna “keadaan” jumlahnya sedikit dan sering tumpang tindih dengan verba proses maupun dengan adjektiva. Verba seperti kata mati termasuk verba proses dan sekaligus verba keadaan. Contoh lain seperti kata suka dan berguna.
Untuk membedakan verba keadaan dengan adjektiva pada umumnya dapat menggunakan prefiks ter-, yang berarti “paling”, sedang pada verba keadaan, hal ini dapat terjadi. Dari adjektiva “cantik” atau “dingin” misalnya, dapat dibentuk menjadi tercantik (paling cantik) dan terdingin (paling dingin). Namun dari verba suka, mati, dan berguna tidak dapat dibentuk menjadi: tersuka, termati, atau terberguna.
Selain ketiga makna di atas, ada pula makna lain yang terdapat pada verba-verba tertentu, seperti yang terdapat pada kata mendengar atau melihat. Makna yang terdapat pada kedua kata tersebut merujuk pada peristiwa yang terjadi begitu saja pada sesorang, tanpa disengaja, atau dikehendakinya. Verba seperti disebut verba pengalaman. Hal ini tampak pada contoh berikut (1) Sepulang kantor ia mendengar yang menyedihkan itu. (2) Dia melihat peristiwa tabrakan dua mobil kijang itu.
Hanya saja perlu diingat bahwa kehadiran imbuhan pada verba terkadang dapat menimbulkan perbedaan makna yang terkandung di dalamnya. Kalau mendengar mengandung makna “tidak sengaja”, namun mendengarkan mengandung makna sebaliknya, yaitu “disengaja” perbedaan makna itu tampak dalam contoh kalimat berikut: Syaiful sudah mendengar berita itu.