FARADIKA DARMAN
(Staf Teknis Kantor Bahasa Maluku)
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan dan keragaman suku, ras, budaya, kepercayaan, dan sebagainya. Keragaman tersebut tersebar luas dan terangkai dalam semboyan Bineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Kekayaan dan keragaman itulah yang menjadikan Indonesia unggul dan dikenal oleh bangsa lain. Kita dapat menemukan berbagai bentuk kebudayaan tersebut dari Sabang sampai Merauke, termasuk di Maluku.
Maluku adalah salah satu provinsi tertua di Indonesia dan terdiri atas banyak pulau. Keragaman budaya Maluku pun tersebar dan berkembang dalam keharmonisan. Suku-suku tradisional memiliki budaya dan adat istiadatnya masing-masing. Keragaman tersebutlah yang menjadikan Maluku sebagai provinsi yang memiliki tingkat heteroginitas yang cukup tinggi.
Salah satu suku di Maluku yang memiliki keunikan atau kekhasan budaya dan adat istiadat adalah suku Nuaulu. Suku tersebut mendiami beberapa dusun di Maluku Tengah seperti Bunara, Rohua, Negeri Lama, Hawalan, dan Nuanea. Bagi sebagian masyarakat Maluku, Nuaulu masih dikenal sebagai suku terasing, namun kenyataannya saat ini masyarakat suku Nuaulu sama dengan suku lainnya di Maluku. Mereka telah mengenal pendidikan bahkan banyak generasi Nuaulu yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi baik di Maluku maupun di luar Maluku.
Suku Nuaulu memiliki tradisi dan adat yang sangat unik. Beberapa di antaranya adalah pina mou, patahari, pendirian rumah adat, dan sebagainya. Pelaksanaan tradisi, ritual, dan adat istiadat pada masyarakat suku Nuaulu ini sepenuhnya dilaksanakan dengan menggunakan bahasa adat atau bahasa tana. Menurut data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), bahasa Nuaulu merupakan sebuah bahasa tersendiri karena persentase perbedaan dengan bahasa lain di Maluku berkisar 81—100%. Misalnya dengan bahasa Luhu, Nila, dan Loon.
Bahasa adalah bagian dari kebudayaan. Bahasa daerah menjadi bagian tidak terpisahkan dari tiap pelaksanaan ritual adat masyarakat suku Nuaulu. Banyak nilai luhur dan kearifan lokal terkandung dalam setiap kata dan istilah-istilah adat tersebut. Melalui kosakata budaya itulah tercermin konsep hidup dan warisan leluhur masyarakat Nuaulu. Pemahaman tentang konsep budaya penting diketahui, baik oleh pelaku ataupun penikmat kebudayaan.
Satu di antara beberapa tradisi dan ritual adat suku Nuaulu yang menarik untuk dibahas adalah Pina Mou. Pina Mou adalah ritual adat yang dikhususkan untuk perempuan tepatnya bagi anak perempuan yang menghadapi masa peralihan dari anak-anak menjadi perempuan dewasa yang ditandai dengan adanya menstruasi. Bagi masyarakat suku Nuaulu, pelaksanaan ritual ini sebagai tanda keistimewaan bagi perempuan suku Nuaulu. Ritual adat yang dilaksanakan selama maksimal 3 bulan ini mengandung banyak nilai luhur yang tercermin dalam kosakata dan istilah-istilah budayanya. Kosakata budaya inilah yang menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri dari tradisi tersebut.
Beberapa istilah dan kosakata budaya yang identik dengan Pina Mou antara lain yaitu posune. Posune adalah rumah sementara yang dibangun khusus untuk menempatkan gadis atau anak perempuan yang menempuh masa dewasa. Dinding dan atapnya terbuat dari daun sagu yang masih muda/mentah dan disanggah oleh bambu, terletak di belakang rumah, sifatnya sementara, dan dibuat khusus untuk satu. Selain posune, kosakata lainnya terkait dengan perawatan tubuh pina mou selama proses ritual adat, yaitu weketisie, minyak yang terbuat dari kelapa yang dicampur dengan akar-akaran dan daun-daun sehingga berbau harum, dicampur dengan kunie (agar dapat melekat pada kulit), dipakai khusus pada acara pina mou. Kokune, pohon yang kayunya khusus dijadikan lulur untuk memutihkan kulit pina mou dengan cara dibakar terlebih dahulu kemudian arangnya dioleskan ke seluruh tubuh, digunakan oleh pina mou sepanjang masa pina mou berlangsung. Akaokoe, bedak lulur yang terbuat dari arang kayu kokune yang dicampur dengan air perasan daun munie, digunakan untuk membalur sekujur tubuh pina mou. Awane metene, tali yang terbuat dari akar pohon yang merambat yang digunakan untuk menyikat/membersihkan gigi pina mou saat pina mou keluar dari posune karena masa pelaksanaan prosesi pina mou sudah berakhir.
Selain perawatan tubuh pina mou, tersimpan pula kosakata atau istilah budaya terkait dengan pakaian adat pina mou yaitu kikine, kain tenun yang dililitkan di pinggang pada acara pina mou. Kasusue, hiasan konde yang terbuat dari kuningan dan digunakan pada upacara adat pina mou dan maku-maku. Niti, gelang kaki perempuan yang terbuat dari besi; digunakan pada upacara adat pina mou dan maku-maku. Itulah bagian kecil pembeku dan penyimpan budaya dan adat isitiadat suku Nuaulu yang tercermin dalam isitilah dan kosakata budaya upacara adat pina mou.