Sekolah Dasar sebagai Ujung Tombak Pengajaran Bahasa yang Baik dan Benar

Nita Handayani Hasan

(Staf Kantor Bahasa Maluku)

 

Peran dunia pendidikan terhadap pertumbuhan anak tidak dapat dipungkiri lagi. Orang tua berlomba-lomba menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan usia dini merupakan salah satu buktinya. Pendidikan anak usia dini dinilai dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan kemampuan anak. Selain itu, diharapkan anak mampu mengenal potensinya sejak dini agar orang tua mudah mengarahkan masa depan anak sesuai bakat dan minat anak.

Sekolah dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan anak usia dini. Siswa-siswi di sekolah dasar diajarkan untuk memiliki kemapuan berhitung dan berbahasa tingkat dasar. Oleh karena itu, guru-guru di sekolah dasar harus mampu mentransfer ilmunya dengan mudah, agar siswa-siswa memahami apa yang diajarkan. Di sekolah dasar, para siswa juga disiapkan untuk masuk ke jenjang pendidikan menangah dan atas. Sehingga pembelajaran yang diajarkan oleh guru sekolah dasar akan terus diingat dan berbekas pada para siswa.

Guru-guru di sekolah dasar kerap dijadikan model bagi peserta didik dalam berperilaku. Penggunaan bahasa yang digunakan guru di sekolah merupakan salah satu contoh yang akan dijadikan panutan bagi siswa dalam berinteraksi. Penggunaan bahasa pengantar yang tepat akan memudahkan siswa dalam memahami pelajaran yang diberikan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam Pendidikan nasional. Penggunaan bahasa asing tidak dilarang, tetapi pengutamaan bahasa negara merupakan hal yang wajib dilaksanakan. Oleh karena itu, setiap guru wajib menggunakan bahasa Indonesia dalam proses belajar.

Fenomena kesalahan berbahasa yang terjadi di masyarakat tidak dapat dipisahkan dari peran guru dalam memberi contoh penggunaan bahasa. Minimnya pengetahuan guru terhadap perkembangan penggunaan bahasa Indonesia memperparah hal tersebut. Penggunaan bahasa yang dipakai oleh guru hanya mengandalkan kebiasaan  dan perasaan.

Kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa yang kerap terjadi di sekolah, khususnya sekolah dasar, akan terbawa oleh siswa hingga masuk ke perguruan tinggi. Para siswa yang  tidak dibekali dengan pengajaran bahasa Indonesia yang baik akan terus-menerus mempraktikan penggunaan bahasa yang salah.

Kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa yang sering dijumpai yaitu pada penulisan kata baku dan tidak baku. Kebiasaan menulis kata tidak baku sering terjadi dikarenakan kurangnya minat guru dan murid untuk membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). KBBI merupakan acuan utama bagi siapa saja dalam menulis kata (khususnya pada ranah formal). Minimnya kesadaran guru dan murid untuk membuka KBBI menunjukan ketidakpedulian pengguna bahasa Indonesia terhadap bahasanya sendiri.

Selain kesalahan penulisan kata, masuknya dialek Ambon dalam proses belajar di kelas oleh guru menjadikan murid tidak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia pada lingkungan sekolah. Hal tersebut dapat dilhat pada hasil-hasil tulisan siswa. Siswa akan menggunakan kosakata-kosakata daerah dalam tulisan-tulisan yang dibuatnya. Guru semestinya memperkenalkan kosakata-kosakata bahasa Indonesia kepada para siswa. Bukan hanya memperkenalkan, guru juga wajib membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar dapat dicontoh oleh para siswa.

Fenomena-fenomena kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik merupakan salah satu contoh kesalahan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Jika para guru mempraktikkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka  hal tersebut dapat meminimkan kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa di ruang publik.

Penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah semestinya taat pada asas yang berlaku. Ketaatan pada ejaan merupakan hal yang wajib dilaksanakan. Semua kaidah yang ada pada ejaan bahasa Indonesia harus dipatuhi dan diterapkan oleh guru.

Ejaan bahasa Indonesia memuat aturan-aturan penggunaan huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Setiap aturan-aturan tersebut harus diajarkan dan dipraktikkan oleh guru agar para murid dapat mengaplikasikannya. Salah satu contoh kasus minimnya pengetahuan guru terhadap penggunaan ejaan dalam kalimat yaitu penggunaan tanda baca, khususnya penggunaan tanda baca koma (,). Guru biasanya memahami penggunaan tanda baca koma hanya dipakai untuk memisahkan jenis, dan menunjukkan jeda pada sebuah kalimat, padahal terdapat tiga belas aturan dalam ejaan bahasa Indonesia yang  mengatur penggunaan tanda baca koma. Ketiga belas aturan tersebut yaitu, tanda baca koma dipakai pada unsur-unsur dalam pemerincian atau pembilangan; dipakai sebelum kata penghubung; dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimat; dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat; dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru; dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat; dipakai untuk memisahkan unsur-unsur pada alamat, yang ditulis berurutan; dipakai untuk memisahkan bagian nama pada penulisan daftar pustaka; dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir; dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis; dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka; dipakai untuk mengapit keterangan tambahan; dan dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca.

Selain taat pada asas, guru juga harus mengajarkan kepada murid untuk menggunakan bahasanya sesuai dengan konteks situasinya. Bahasa Indonesia yang baik yaitu bahasa Indonesia yang disesuaikan dengan situasi atau konteks lingkungannya. Hal tersebut bertujuan agar komunikasi yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan  pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat ditangkap secara utuh. Guru dapat mempraktikkannya kepada para murid dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam resmi ketika proses belajar di kelas, dan menggunakan ragam santai ketika berinteraksi di luar kelas. Pembiasaan-pembiasaan tersebut diharapkan dapat membantu siswa untuk tetap menempatkan bahasa Indonesia sesuai pada porsinya.

Minimnya pengetahuan guru terhadap perkembangan dan penerapan penggunaan bahasa akan memengaruhi penggunaan bahasa siswa, khusunya siswa sekolah dasar. Oleh karena itu, peningkatan mutu guru harus terus dilakukan. Pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi, khususnya dalam bidang kebahasaan, harus dilaksanakan. Selain itu, guru juga harus berperan aktif dalam meningkatkan kompetensinya. Tidak hanya bergantung pada pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh dinas pendidikan.

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20 + 2 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top