BAHASA INDONESIA MEMBINGKAI KEINDONESIAAN (Refleksi Perayaan Hari Sumpah Pemuda di SMAN 1 Teluk Elpaputih)

Asrif

Kantor Bahasa Maluku

Pada pertengahan bulan Oktober tahun 2019, saya menerima undangan untuk menghadiri perayaan 91 Tahun Sumpah Pemuda di SMA Negeri 1 Teluk Elpaputih, berada di wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tengah. Salah seorang guru Bahasa Indonesia menyampaikan bahwa siswa-siswi mereka telah menyiapkan acara perayaan 91 Tahun Sumpah Pemuda secara mandiri. Saya diundang hadir untuk menyaksikan perayaan Hari Sumpah Pemuda itu dan memberi semangat kepada siswa-siswi sekolah itu.

Di mana SMA Negeri 1 Teluk Elpaputih? Sekolah itu berada di Pulau Seram, tepatnya di wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Sekolah itu menjadi tempat belajar anak-anak dari Negeri Waraka, Negeri Tananahu, dan Negeri Liang. Jadi, jika dari Kota Ambon, maka perjalanan ke sekolah itu harus melintasi perjalanan darat, laut, dan darat lagi.

Walau menyandang SMA Negeri 1, tetapi sekolah itu tidaklah berada di pusat kota. SMA Negeri 1 Teluk Elpaputih berada di daerah pertanian, tepatnya di daerah PT Perkebunan Nasional (PTPN) di Kabupaten Maluku Tengah. Sekolah itu juga bukanlah sekolah favorit sebagaimana sekolah-sekolah lain yang menyandang angka nomor 1. Informasi dari kepala sekolah, beberapa siswanya adalah siswa yang “nakal”, yang keluar (atau dikeluarkan) dari sekolah lain dan diterima di sekolah tersebut. Sekolah tersebut lahir saat konflik sara tahun 1999. Cukup mengesankan.

Pada hari perayaan 91 Tahun Sumpah Pemuda, saat memasuki gerbang sekolah, saya bersama Kepala SMAN 1 Teluk Elpaputih diterima oleh guru dan siswa-siswa. Saya dikalungi kain khas Tanimbar oleh siswa-siswa yang berpakaian khas. Empat gadis berkerudung menjadi penyambut kami yang kemudian didampingi oleh siswa-siswa berpakaian khas Maluku. Saya mulai merasakan aura Sumpah Pemuda.

Saat berada di halaman sekolah, telah hadir Muspika Kecamatan Teluk Elpaputih, aparat TNI dan Polri, Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Ketua Majelis Jemaat GPM setempat, Ina Latu Negeri Tananahu, tokoh adat, dan undangan lainnya. Sebuah keragaman yang patut diapresiasi pada perayaan Sumpah Pemuda yang digelar oleh sebuah sekolah yang berada di daerah pelosok.

Kami yang hadir kemudian mengikuti perayaan Sumpah Pemuda. Pada perayaan itu, saya menangkap semangat kebangsaan yang luar biasa. Siswa-siswa dari berbagai asal: Alune, Wemale, Jawa, Manado, Kei, Batak, Buton, dan lain-lain bersama-sama mengucapkan ikrar Sumpah Pemuda: 1) Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah jang satu, tanah Indonesia. 2) Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa jang satu, bangsa Indonesia. 3) Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar Sumpah Pemuda diucapkan kembali oleh siswa-siswi dalam beragam bahasa daerah: Alune, Kei, Batak, Melayu Manado, Melayu Ambon, dan Jawa. Mereka juga menyanyikan lagu-lagu nasional seperti Gebyar-Gebyar yang sangat mengedukasi, menyatukan, dan nasionalis.

Pada momen penting itu, poin utama yang saya pahami ialah sekolah tersebut sedang membangun dan merawat bingkai keindonesiaan. Sekolah tersebut telah mengajarkan pentingnya menjaga kesatuan, persatuan, dan kebersamaan sesama anak bangsa. Perbedaan suku, agama, status sosial, bahasa daerah, dan sebagainya tidak menjadi pemisah tetapi justru menjadi penyemarak kehidupan masyarakat Indonesia.

Selain itu, hal utama lainnya yakni peran bahasa Indonesia sebagai pembingkai masyarakat. Bahasa Indonesia hadir pada acara tersebut sebagai penyatu keragaman suku, tradisi, status sosial, dan sebagainya yang begitu banyak. Bahasa Indonesia menjadi pengikat perbedaan-perbedaan itu. Perbedaan-perbedaan itu dihubungkan oleh sebuah jembatan yang bernama bahasa Indonesia. Dengan adanya bahasa Indonesia, warga negara mengikat dan menyatukan diri pada rasa yang sama: bahasa Indonesia.

Pada usia 91 Tahun Sumpah Pemuda yang berarti 91 Tahun Bahasa Indonesia, bahasa negara itu telah hadir membingkai keindonesiaan warga negara. Untuk itu, sikap positif terhadap bahasa negara harus tetap diutamakan. Pada 91 tahun yang lalu, para pemuda telah menyatakan, “Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.”

Sungguh pembelajaran keindonesiaan yang hebat yang saya khidmati pada sekolah yang berada di pelosok Pulau Seram.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fourteen + six =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top