Asrif
Kantor Bahasa Maluku, Kemendikbud
Bahasa daerah (bahasa etnik, suku, dan lokal) adalah bahasa yang mula pertama ada di bumi ini. Bahasa daerah merupakan bahasa yang dicipta dan diturunkan oleh leluhur tiap suku bangsa yang mendiami bangsa Indonesia. Bahasa daerah adalah bahasa utama sebelum ada bahasa negara dan bahasa asing. Sarana komunikasi etnik ini merupakan bahasa yang terbukti mampu menyatukan sesama anak etnik. Bahasa daerah juga menjadi penanda identitas antara kelompok satu dengan kelompok lainnya.
Bahasa daerah jugalah yang menjadi pengungkap rasa, ekspresi, dan pengetahuan. Tradisi, budaya, dan adat-istiadat, semuanya diekspresikan melalui bahasa. Tanpa bahasa daerah, keetnikan, kelokalan, dan kedaerahan, tiada akan tampak. Sehingga tidak berlebihan jika saya selalu menyatakan bahwa bahasa daerahlah yang menjadi rahim kebudayaan. Bahasa daerah menjadi rumah budaya, tradisi, adat-istiadat, dan sebagainya.
Keutamaan peran bahasa daerah itu tidak boleh dilihat sebelah mata. Bahasa daerah menjadi pendokumentasi berbagai budaya, tradisi, kearifan, dan pengetahuan tradisional. Bahasa daerah tumbuh bersama seluruh napas kehidupan masyarakat etniknya. Oleh karena itu, jika sebuah bahasa punah, maka gerak nadi kebudayaan masyarakat itu juga akan terganggu hingga akan bermuara pada kepunahan serangkaian kebudayaan yang ada di dalam bahasa itu. Sangat tepatlah pemuka adat di Pulau Ambon berkata, “Mati bahasa, mati juga adat istiadat” (Salhana Pelu/Raja Negeri Hitu Lama).
Jika kita berpegang pada narasi di atas, pada keutamaan adanya bahasa daerah pada suatu masyarakat, maka tiada satu pun manusia yang akan meninggalkan bahasa daerah. Tidak ada. Semua orang akan melestarikan bahasa daerah, menjadi kebanggaan etnik, menjadi pengikat dan penyatu masyarakat pemiliknya, dan menjadi pendokumentasi dan pengekspresi tradisi, budaya, dan adat-istiadat masyarakat pendukungnya.
Masyarakat Maluku patut berbangga terkait jumlah bahasa daerah itu. Kami laporkan data terbaru, bahasa daerah yang ada di Provinsi Maluku yang kini berjumlah 60 bahasa daerah. Enam puluh bahasa daerah, bukan dialek! Jumlah bahasa itu menujukkan keragaman etnik yang mendiami Provinsi Maluku. Dengan begitu, Maluku sesungguhnya adalah rumah bahasa, adalah hamparan bahasa.
Tingginya jumlah bahasa daerah di Maluku (Indonesia bagian timur) berbanding terbalik dengan wilayah Indonesia bagian barat (Jawa dan Sumatera). Semakin ke barat, semakin sedikit jumlah bahasa daerah, misalnya pada Pulau Jawa, hanya dua bahasa, yakni bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Sebaliknya semakin ke timur, semakin banyak bahasa daerah, misalnya pada Provinsi Maluku (tidak termasuk Maluku Utara) yang memiliki 60 bahasa daerah.
Bagaimana keadaan 60 bahasa daerah itu? Maluku menjadi provinsi di Indonesia dengan jumlah terbanyak bahasa punah. Maluku juga menjadi nomor wahid terbanyak jumlah bahasa daerah terancam punah. Maluku juga menjadi provinsi dengan minim regulasi pelindungan bahasa daerah. Maluku juga menjadi wilayah yang rendah sikap positif terhadap bahasa daerah.
Hal-hal di ataslah yang “memusnahkan” bahasa-bahasa daerah di Maluku. Sikap negatif terhadap penutur bahasa daerah menjadi pangkal awal kepunahan bahasa daerah di Maluku. Orang-orang kampung menjadi malu berbahasa daerah karena takut disebut orang belakang gunung, orang kampung, orang tidak terpelajar, penganut animisme, dan sebagainya. Intinya, segala hal buruk disematkan kepada bahasa daerah. Akibatnya, orang tua beramai-ramai tidak mengajarkan bahasa daerah kepada anaknya. Jadilah bahasa daerah itu semacam “monster” yang tidak dikehendaki untuk melekat pada diri anak-anak muda Maluku.
Regulasi? Kesadaran kolektif kita tentang pelestarian bahasa daerah masih rendah. Regulasi seperti Perda, Pergup, Perbup, Perwali, Surat Edaran, Peraturan Negeri, dan lain-lain tentang pelindungan bahasa daerah masih menjadi barang langka di daerah ini. Terbaru, Bupati Maluku Tenggara pada awal tahun ini menerbitkan Surat Edaran (SE) Penggunaan Bahasa Kei di Kabupaten Maluku Tenggara. Di sinilah diuji ke-Maluku-an kita, tentang implementasi ikrar Beta Maluku.
Mari kita bangun kembali muruah negeri kita. Mari bersama-sama suarakan perlunya gerakan besar untuk melestarikan bahasa daerah. Harapan hidup bahasa daerah masih ada. Beri napas segar bagi bahasa daerah. Beri kejayaan kembali kepada bahasa daerah. Mari kita kampanyekan bahasa daerah untuk mengikis stereotip/pandangan negatif terhadap bahasa dan penutur bahasa daerah. Perlu perbanyak ruang-ruang bagi lahirnya kembali ranah bahasa daerah. Mari berbicara bahasa daerah tanpa tertekan dan malu. Di kampus-kampus, kantor-kantor, kafe-kafe, bandara, jika sesama anak kampung, mari gunakan bahasa kampung.
Janganlah malu disebut orang kampung kala berbahasa daerah. Pada orang kampunglah yang menjadikan kampung dan bahasa daerah kita tetap ada. Jangan malu berbahasa daerah karena penutur bahasa daerah itu tetap setia merawat Beta Anak Negeri.