Penggunaan Istilah Off The Record dalam Komunikasi Verbal

David

Kantor Bahasa Maluku

Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (https://kbbi.kemdikbud.go.id/). Dalam pengertian komunikasi tersebut, terdapat kesimpulan bahwa di dalam komunikasi ada pengirim dan penerima pesan. Pengirim pesan biasanya disebut komunikator dan penerima pesan biasanya disebut komunikan. Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pesan, ide, gagasan, pemikiran, atau informasi dari komunikator kepada komunikan.

Komunikasi terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan yang berbentuk lisan maupun tulisan. Selanjutnya, komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dalam bentuk intonasi suara, sentuhan, gerakan tubuh, mimik wajah, simbol atau tanda untuk mempermudah komunikan dalam memahami makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator. Namun, pada pembahasan kali ini, saya hanya membahas komunikasi verbal (lisan).

Pernahkah Anda saat berkumpul dengan teman-teman atau melintasi sekelompok orang yang sedang membicarakan sesuatu hal, tiba-tiba Anda mendengar di antara seseorang itu ada yang mengatakan pembicaraan ini off the record ya? Pasti Anda pernah mendengar atau mungkin Anda sendiri yang mengucapkan hal itu saat berkomunikasi secara lisan dengan teman-teman atau sekelompok orang.

Bentuk asing off the record memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, yaitu ‘cegah siar’. Ranah dari off the record adalah perhubungan dan telekomunikasi (https://spai.kemdikbud.go.id/). Pada dasarnya, istilah off the record sangat erat kaitannya dengan dunia jurnalistik. Off the record merupakan ketentuan yang ditetapkan dan diatur di dalam Kode Etik Jurnalistik. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik yang menyebutkan bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Tafsiran Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik poin d adalah off the record merupakan informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Purnama dan Hikmat (dalam Ristiani, 2018: 5) menjelaskan bahwa off the record terjadi berdasarkan perjanjian antara sumber berita dan wartawan yang bersangkutan untuk tidak menyiarkan informasi yang telah diberikan oleh sumber berita.

Pada kenyataannya, istilah off the record mengalami perluasan makna bukan hanya erat kaitannya dengan dunia jurnalistik melainkan menyentuh ke dalam komunikasi verbal. Penggunaan istilah off the record juga menjadi perhatian para pemerhati bahasa di Indonesia. Fakta kebahasaan menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung menggunakan istilah off the record dalam komunikasi secara verbal. Pertanyaannya adalah sudah tepatkah penggunaan istilah off the record dalam komunikasi verbal di masyarakat Indonesia yang berlatar belakang budaya timur?

Off the record dalam komunikasi verbal cenderung digunakan oleh masyarakat Indonesia ketika ada pembicaraan mengenai seseorang atau sesuatu hal yang tidak boleh diinformasikan atau diceritakan kepada orang lain. Informasi atau berita tersebut hanya diketahui oleh seluruh komunikan yang ada pada saat itu. Timbul pertanyaan, apa yang menjamin informasi tersebut tidak akan diinformasikan atau diceritakan kepada orang lain? Tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut tidak bocor dan beredar kepada orang lain.

Jika tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut tidak bocor atau beredar kepada orang lain, apakah istilah off the record itu masih perlu dipertahankan dalam komunikasi verbal pada masyarakat Indonesia? Masih perlukah Anda membicarakan tentang seseorang atau tentang sesuatu hal yang tidak boleh diinformasikan atau diceritakan kepada orang lain? Dua pertanyaan yang menggugah hati dan pikiran kita, mengingat masyarakat Indonesia berlatar belakang budaya timur.

Masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang menjunjung tinggi kesopansantunan dan tata krama. Sopan santun dan tata krama tidak hanya dilihat dari cara atau tingkah laku seseorang, melainkan dapat dilihat juga melalui komunikasi verbal seseorang. Jika demikian, masih perlukah kita mempertahankan penggunaan istilah off the record saat berkomunikasi verbal? Sebelum dan sesudah off the record diucapkan, biasanya diikuti dengan informasi atau rahasia seseorang yang tidak boleh diinformasikan atau diceritakan kepada siapapun. Hal itu sangat bertolak belakang dengan budaya yang dianut di Indonesia dan tidak merepresentasikan budaya timur yang sesungguhnya.

Permasalahan yang kerap kali terjadi adalah informasi atau rahasia seseorang sering bocor dan beredar kepada orang lain, sehingga itu menjadi penyebab adanya konflik di tengah masyarakat Indonesia. Hal tersebut akan menimbulkan keretakan hubungan antarsesama yang sebelumnya harmonis.  Istilah off the record dalam komunikasi verbal tidak menjamin sebuah informasi yang sangat rahasia menjadi tidak bocor dan beredar kepada orang lain. Oleh karena itu, jika Anda mengetahui informasi atau rahasia orang lain, cukuplah berhenti pada diri Anda sendiri. Tidak perlu menceritakan hal tersebut kepada orang lain saat berkomunikasi secara verbal.

Sudah saatnya kita memilih istilah atau kata yang tepat dalam berkomunikasi secara verbal agar terciptanya keharmonisan dalam hubungan antarsesama. Hindarilah perpecahan dan tingkatkan kesadaran dalam memilih istilah atau kata agar hubungan antarsesama dalam masyarakat semakin erat. Masyarakat yang bijak adalah masyarakat yang cerdas dan kritis dalam memilih istilah atau kata yang tepat dalam berkomunikasi secara verbal.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 × four =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top