Kemubaziran Kata dalam Berbahasa

Faradika Darman

Kantor Bahasa Maluku

Mendengar atau membaca kata mubazir secara langsung akan mengarahkan kita pada suatu hal yang berlebihan. Dalam KBBI, mubazir berarti menjadi sia-sia atau tidak berguna; berlebihan; bersifat memboroskan. Mubazir tidak hanya terkait dengan penggunaan barang atau hal lain yang berlebihan dan tidak berguna, melainkan dalam berbahasa pun kita seringkali menggunakan kata-kata yang sifatnya mubazir atau berlebihan. Padahal, tanpa menggunakan kata-kata tersebut pun makna yang akan disampaikan sudah sesuai dan tidak berubah.

Dalam diskusi ilmiah, rapat formal, atau pertemuan-pertemuan resmi lainnya yang mewajibkan setiap orang berbahasa Indonesia yang benar, kadang kala kita temui kerancuan atau ketidakjelasan dalam berbahasa. Penutur bahasa Indonesia terkadang bingung dan atau belum memahami dengan baik tiap kata yang digunakan. Terutama kata-kata yang dianggap berbeda padahal memiliki makna yang sama. Ketidakpahaman itu akhirnya menimbulkan kebingungan pada pendengar. Tidak sedikit diksi yang digunakan sama dan menimbulkan kemubaziran dalam berbahasa.

Kemubaziran kata dalam berbahasa berarti pengunaan kata-kata atau frasa yang berlebihan dan tidak mengubah makna. Dalam berbahasa, ketepatan dan kehematan sangat berpengaruh pada arti dan makna yang akan disampaikan. Kemubaziran atau pemborosan kata dalam bahasa dapat dikurangi atau diantisipasi dengan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman kita pada bahasa itu sendiri. Pemborosan bahasa ini tanpa disadari sering terjadi atau bahkan sering kita gunakan dalam komunikasi sehari-hari. Pengulangan pemborosan bahasa yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan itu secara tidak sadar telah membuat penutur bahasa Indonesia terperangkap pada ketidakefektifan dalam berbahasa. Poerwadarminta dalam tulisannya Bagaimana Menggayakan Kalimat: Bagaimana Mengembangkan, Menggayakan, dan Mencitarasakan Kalimat menguraikan bahwa penuturan yang ringkas pada umumnya kuat dan tegas, penuturan yang luas karena banyak kata-katanya yang mubazir biasanya lemah dan kabur. Pada akhirnya kalimat yang digunakan menjadi sangat tidak efektif dan boros makna.

Beberapa contoh yang sering kita temui seperti, (1) Saat acara perpisahan lalu, kepala kantor menceritakan tentang kesan pesan selama di Maluku. Dalam contoh tersebut, kata tentang menujukkan pemborosan dalam berbahasa. Sebenarnya, tanpa menyertakan kata tersebut pun tidak akan menguragi atau mengubah makna kalimat tersebut. Selanjutnya, (2) ucapan Selamat Hari Raya Idulfitri dan atau ucapan hari raya lainnya. Dalam KBBI, Idulfitri berarti hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal satu Syawal. Oleh karena itu, cukup menyebutkan atau menulis Selamat Idulfiti maknanya sudah sesuai dan tepat. Tidak hanya pada bahasa tulis, pada bahasa lisan/tuturan pun sering dijumpai adanya pemborosan kata. Contoh selanjutnya, (3) pada ucapan yang sering disebutkan pewara, para hadirin dimohon memasuki ruangan. Kata hadirin memiliki makna jamak, yakni semua orang yang hadir. Jika ditambahkan lagi dengan kata para, hal itu akan menyebabkan kemubaziran penggunaan kata. Ketiga contoh tersebut merupakan ketidakefektifan dalam penggunaan kata dalam berbahasa menjadi kebiasaan para penutur bahasa Indonesia. Sebagian besar penutur fokus pada substansi dan cenderung mengabaikan aspek gramatikal atau tata bahasa baku.

Contoh lainnya yang sering ditemukan seperti nenek tua itu terlihat kelaparan. Dalam KBBI, nenek diartikan sebagai kata sapaan kepada perempuan yang sudah tua. Oleh karena itu, sebutan nenek otomatis ditujukan kepada perempuan tua. Contoh selanjutnya seperti mereka diminta gurunya maju ke depan kelas. Pemborosan kata pada contoh tersebut adalah penggunaan dua kata yang bersinonim sekaligus. Maju berarti mendesak ke depan; berjalan/bergerak ke muka. Contoh kalimat tersebut dapat diubah menjadi mereka diminta gurunya ke depan kelas, karena maju otomatis mengarah ke depan. Contoh selanjutnya yang sering kita dengarkan juga adalah siswa harus rajin belajar agar supaya pintar. Kata agar dan supaya tidak dapat digunakan bersamaan karena keduanya bersinonim atau mengandung makna yang sama, yakni kata penghubung untuk menandai tujuan atau harapan.

Masih banyak contoh sederhana yang sering kita dengar bahkan kita pun menggunakannya. Penggunaan bahasa pada tingkatan atau tataran tata bahasa terkadang sering disampingkan. Pemahaman penting bagi masyarakat sebagai penutur bahasa Indonesia bahwa salah satu identitas bangsa ini adalah bahasa Indonesia. Jika penggunaan bahasa Indonesia saja masih tidak sesuai, apakah mungkin bahasa Indonesia akan berkembang dan diapresiasi di negara lain? Kesalahan itu telah menjelma menjadi kebiasaan berbahasa. Pengetahuan dan kemampuan mencerna bahasa dengan baik perlu dilakukan dan dipelajari. Hal itu sangat penting dilakukan karena bahasamu, jati dirimu.  

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 × 1 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top