Pemetaan Bahasa di Pulau Teor

0
1353

Kantor Bahasa Provinsi Maluku selama lima hari (4—8 April 2021) mengadakan pemetaan bahasa di Pulau Teor, Kabupaten Seram Bagian Timur. Tim Peneliti Kantor Bahasa Provinsi Maluku Erni dan Faradika Darman langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data berkaitan dengan pemetaan bahasa.

Tim Pemetaan saat tiba di Bandara Kufar, Seram Bagian Timur

Teor adalah sebuah pulau di Provinsi Maluku, Indonesia. Ia juga dikenal sebagai Pulau Tior, Tior, Tio’or dan Téhor. Teor terletak di 4 ° 45’0 “Utara dan 131 ° 45’0” Timur. Berada di zona waktu GMT + 8. Bahasa Teor adalah salah satu bahasa Melayu-Polinesia dalam keluarga bahasa Austronesia. Pulau Teor, pulau paling timur di Pulau Seram Bagian Timur, Maluku. Luas wilayah Pulau Teor tercatat 23,26 kilometer persegi atau 783,645 hektar. Bagian barat pulau ini berbatasan dengan Pulau Keshwui, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), bagian selatan dengan Laut Banda dan bagian utara berbatasan dengan Laut Papua.

Teor adalah salah satu pulau kecil di Kabupaten SBT. Sebelum dimekarkan menjadi kecamatan, Teor menjadi bagian dari Kecamatan Wakate bersama Keshwui dan Watubela. Meski masih sepi dari hiruk pikuk roda pembangunan, geliat kehidupan orang-orang pulau tampak tenang-tenang saja karena mereka dimanjakan oleh hasil alam.

Tim Pemetaan sampai di Pulau Teor

Mata pencaharian utama penduduknya adalah bertani (kopra, cengkeh, pala) dan melaut. Meski kaya akan sumber daya hayati laut, potensi perikanan di perairan Teor belum dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber penghidupan utama akibat dari minimnya sarana prasarana penangkapan ikan yang umumnya masih tradisional dan ketiadaan pasar.

Di Teor saat ini terdapat 6 gedung Sekolah    Dasar (SD) dan 2 gedung Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan satu Sekolah Menengah Atas (SMA). Satu unit Puskesmas Pembantu (Pustu) baru dibangun, tapi paceklik tenaga medis. Jalan lingkar pulau belum dibangun, sedangkan akses listrik dan telekomunikasi masih sulit didapatkan.

Cerita tentang asal usul penduduk yang menghuni Pulau Teor sejauh ini belum terdokumentasi. Namun berdasarkan cerita-cerita yang  menjadi  buah  bibir  masyarakat  turun  temurun, konon penduduk asli Pulau Teor telah pergi meninggalkan pulau karang itu sebelum leluhur penduduk Teor yang sekarang datang dan tinggal menetap.

Bersama para informan saat pengambilan data pemetaan bahasa

Dari beragam cerita yang dihimpun, leluhur masyarakat Teor yang sekarang, sebagian diceritakan berasal dari Kepulauan Banda, sebagian dari Kepulaun  Kur Tayando dan Kei, sebagian lagi dari Kepulauan Gorom. Tidak diketahui secara pasti penyebab kedatangan mereka ke Pulau Teor, namun mereka yang eksodus dari Kepulauan Banda diyakini melarikan diri setelah tanah mereka dikuasai Portugis dan Belanda.

Dari bukti-bukti peninggalan masa lalu yang tersimpan di rumah-rumah tua, agama Islam adalah agama pertama yang dianut oleh leluhur Teor, sebelum bangsa kolonial datang memonopoli rempah- rempah Maluku sambil menyebarkan agama Katolik dan Protestan di daerah-daerah yang dikuasainya.

Beberapa tradisi yang diperoleh selama penelitian pemetaan bahasa di wilayah Pulau Teor, salah satunya tradisi Hoir Damar. Tradisi hoir damar adalah tradisi yang dilakukan oleh warga secara rutin setahun sekali dalam bulan Ramadan, yaitu tepatnya pada tanggal 27 Ramadan. 27  Ramadan  dianggap masyarakat desa Mamur sebagai hari yang suci, pada pelaksanaan tradisi hoir damar ini masyarakat di Desa Mamur seluruh elemen masyarakat berantusias  melaksanakan proses  ritualnya. Hoir adalah perahu atau sampan, yang berfungsi untuk menghanyutkan sesajen. Damar adalah tradisi menyalakan lampu tarou bersama di depan sudut rumahnya masing-masing, tradisi menyalakan damar ini dilakukan sesudah berbuka puasa atau sesaat setelah maghrib tiba. Alat yang dipakai untuk membakar damar yaitu tarou kelapa (tempurung kelapa).

Tim pemetaan pulang menuju Bula, diantar ratusan masyarakat Teor

Bahasa masyarakat di Pulau Teor termasuk kategori Bahasa Tarangan Barat. Pesebaran bahasa ini justru sampai  ke  wilayah Pulau Kei.   Sejarah   masuknya bahasa itu ke kepulauan Kei, menurut (Tetelepta et al 1985), masuknya bahasa Teor ke Kepulauan Kei diperkirakan sekitar tahun 1911. Pada saat itu, Kepulauan Kei terkenal sebagai daerah penghasil kayu besi, yang membuat  Belanda serakah.  Keserakahan Belanda dapat dilihat dengan adanya penebangan kayu besi secara besar-besaran untuk ramuan rumah. Karena penebangan kayu inilah, penduduk Pulau Teor mengadakan transmigrasi ke Pulau Kei. Tujuannya ialah   menjajaki   kemungkinan    keahlian    mereka, sebagai penempa kapak, dan penempa parang. Alat-alat inilah yang dipergunakan mereka sebagai alat utama untuk menebang, dan mencincang kayu balok. Salah satu hasil industri tradisional mereka yang terkenal sampai kini ialah mencandu (kapak) Kei. Bermondalkan kepandaian mereka menempa besi, akhirnya mereka menetap di Pulau Ut, dan masih mempertahankan bahasanya, yaitu bahasa Teor.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.