Revitalisasi Bahasa, Revitalisasi Budaya

0
1453

Faradika Darman, S.S.

Pengkaji di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, beberapa tahun terakhir ini gencar melakukan kegiatan revitalisasi bahasa. Keragaman bahasa daerah dan jumlah penutur yang dapat dikategorikan sebagai penutur minoritas menjadikan bahasa-bahasa daerah di Maluku banyak yang mengalami penurunan daya hidup atau terancam punah. Misalnya, bahasa Teon dan Yalhatan di Kabupaten Maluku Tengah, bahasa Oirata di Kabupaten Maluku Barat Daya, dan beberapa bahasa lainnya yang terus mengalami penurunan jumlah penutur. Kondisi demikian ditambah lagi karena bahasa-bahasa tersebut tidak memiliki aksara, sehingga rentan mengalami kepunahan. Fakta dan data kepunahan bahasa di Maluku cukup mengkhawatirkan, sehingga dibutuhkan langkah-langkah strategis untuk mencegah punahnya bahasa daerah tersebut.

Revitalisasi bahasa merupakan langkah strategis dan nyata untuk menyelamatkan dan melindungi bahasa daerah. Upaya pelindungan bahasa daerah ini penting dilakukan karena bahasa adalah piranti budaya, bagian atau unsur yang tidak akan terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Bayangkan saja, apa yang terjadi jika suatu bahasa daerah punah, maka media yang digunakan dalam perhelatan dan pergelaran adat dan budaya etnis tertentu, nilai rasa dan kesakralannya akan berkurang. Bahasa daerah tidak hanya sebagai alat komunikasi etnis, namun menyimpan nilai dan norma yang tidak dapat ditukar dengan media atau bahasa apapun. Kesakralan dan magisnya sebuah ritual sebagian besar dituturkan dan dapat dirasakan melalui tuturan dalam bahasa daerah.

Tujuan utama revitalisasi adalah meningkatkan daya hidup/vitalitas sebuah bahasa daerah. Peningkatan vitalitas tersebut akan dilihat dari dua sisi, yakni penggunaan dan pengguna bahasa daerah. Penggunaan berarti bahasa daerah tidak hanya dituturkan dalam ranah tertentu, misalnya adat, keagamaan, dan ritual,  namun dijadikan sebagai media komunikasi masyarakat pemilik bahasa tersebut. Sementara pengguna berarti, penambahan jumlah penutur, yang awalnya hanya dituturkan oleh masyarakat kategori orang tua, namun setelah direvitalisasi muncul penutur muda yang tertarik dan menjadi penutur aktif.

Konsep revitalisasi yang ditawarkan adalah konsep pembelajaran berbasis masyarakat, sekolah, atau komunitas tertentu. Hal ini didasarkan pada kondisi masing-masing daerah atau wilayah tutur tentunya. Revitalisasi bahasa dikemas dalam sebuah perhelatan/festival/lomba berbahasa daerah. Kegiatan ini tidak semata meningkatkan penutur bahasa daerah, namun melalui kegiatan revitalisasi bahasa dapat pula menyelamatkan budaya daerah seperti kesenian daerah, permainan tradisional, tarian, tradisi lisan, kuliner tradisional, dan sebagainya.

Bahasa adalah salah satu unsur kebudayaan. Peningkatan dan penyelamatan sebuah bahasa dikolaborasikan dengan aspek budaya tentu menjadi hal yang menarik. Hal ini tidak hanya berdampak positif pada penyelamatan bahasa daerah, tetapi juga menjadi wadah penguatan budaya yang merupakan identitas etnik.

Pada tahun 2021, empat bahasa daerah di Maluku direvitalisasi, antara lain, bahasa Teon di Kabupaten Maluku Tengah yang dituturkan di Desa Watludan, Yafila, dan Mesa, kemudian bahasa Buru di wilayah tutur Desa Wamlana, bahasa di Pulau Saparua yang dituturkan di Negeri Sirisori Islam dan Kulur, dan bahasa di Banda Eli, Kabupaten Maluku Tenggara.

Pada tiap daerah, bentuk penguatan dan pemertahanan bahasa dan budaya tentunya berbeda-beda. Mengingat masing-masing daerah memiliki keunikan budaya tersendiri. Pada penutur bahasa Teon di Maluku Tengah, salah satu budaya yang dijadikan sebagi media pembelajaran bahasa adalah Lerleru. Lerleru adalah nyanyian rakyat yang dilantunkan dengan menggunakan bahasa daerah ranah adat. Biasanya, Lerleru dilantunkan oleh tetua adat yang makin hari makin berkurang jumlah penuturnya. Melalui kegiatan revitalisasi, Lerleru akan diajarkan oleh tetua adat kepada generasi atau penutur muda. Hal ini bertujuan untuk regenerasi atau pewarisan antargenerasi. Selain  itu, di Pulau Buru juga memiliki kekhasan budaya yang berbeda. Budaya yang diangkat dan menjadi ciri khas orang Buru yakni Inafuka. Inafuka adalah nyanyian adat yang dilantunkan dengan bahasa daerah yang indah. Semua peserta yang melantunkan nyanyian adat tersebut diwajibkan menggunakan pakain adat atau tradisional setempat. Hal yang sama juga dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara. Penutur muda bahasa Banda akan bernyanyi lagu Wandan/Renuwandan. Mereka juga akan dilatih untuk bertitah dalam bahasa Banda. Sementara itu, di Pulau Saparua, para siswa di Negeri Sirisori dan Kulur akan dilatih menjadi penutur Kapata. Berbagai model dan kegiatan kebudayaan ini menjadi wadah pembelajaran bahasa daerah yang sangat baik.

Bahasa adalah inti pati dari suatu budaya, keduanya menjadi identitas atau penanda bagi etnik-etnik yang ada di Maluku. Keragaman budaya dan bahasa menjadi aset daerah Provinsi Maluku yang patutnya selalu dijaga, dipelihara, dan dilestarikan. Melalui kegiatan revitalisasi, bahasa daerah diselematkan, budaya juga terjaga.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.