Bahasa Negara, Bahasa Indonesia

Adi Syaiful Mukhtar, S.S.

Penyuluh di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Penggunaan dan pengutamaan bahasa negara di ruang publik semakin hari semakin jauh dari harapan. Bahkan, fenomena penggunaan bahasa asing di media sosial juga semakin tidak terkendali. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah seringkali menjadi masalah. Sayangnya, banyak pihak menyoroti para pemuda yang terlalu bebas berbahasa, sehingga beban tersebut berada di pundak mereka.

Dalam sejarah, bahasa Indonesia digaungkan oleh para pemuda sebagai bahasa persatuan melalui Kongres II Sumpah Pemuda. Semangat persatuan dengan media bahasa telah diwujudkan pada acara yang dilaksanakan jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun, dewasa ini bahasa Indonesia tidak menjadi pilihan terbaik. Justru bahasa asing, seperti bahasa Inggris, menjadi pilihan terbaik untuk memberi kesan terpelajar dan modern kepada mitra wicara.

Hal yang dirasa berlawanan adalah semangat Sumpah Pemuda dengan semangat para pemuda saat ini. Namun, tidak semua fenomena penyimpangan itu dapat dibebankan sepenuhnya kepada para pemuda. Bahasa negara, bahasa Indonesia, adalah bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia tanpa terkecuali. Martabat bahasa negara juga menjadi tanggung jawab bersama. Dimulai dari unsur pemerintahan hingga masyarakat biasa. Keterlibatan negara untuk menjaga martabat bahasa negara sudah diwujudkan dengan adanya peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang sering digaungkan oleh Kemendikbudristek melalui Badan Bahasa telah banyak mewarnai kolom berita surat kabar hingga jurnal-jurnal penelitian baik di lembaga pendidikan maupun di lembaga penelitian. Tidak berhenti pada perumusan peraturan perundang-undangan, Kemendikbudristek juga memiliki banyak bentuk apresiasi kepada pengguna bahasa Indonesia untuk mendorong adanya usaha-usaha para penutur untuk memartabatkan bahasa Indonesia.

Salah satu contoh bentuk apresiasi tersebut adalah penganugerahan Adibahasa. Sasaran apresiasi tersebut diberikan kepada pemerintah daerah. Bisa jadi, Adibahasa tidak sepopuler Adipura. Adipura telah berlangsung cukup lama jika dibandingkan dengan Anugerah Adibahasa. Kriteria Anugerah Adibahasa meliputi penilaian bahasa Indonesia di ruang publik, mutu penggunaan bahasa Indonesia di naskah dinas, kebijakan kebahasaan dan kesastraan, serta kegiatan-kegiatan yang mendukung kebahasaan dan kesastraan.

Tidak hanya Adibahasa, bentuk apresiasi berikutnya dari Badan Bahasa disasarkan kepada media massa pengguna bahasa Indonesia terbaik. Pada tahun 2019 dan 2020, media massa cetak dari Provinsi Maluku tidak mampu menembus perangkingan dua puluh besar. Penilaian pada penggunaan bahasa Indonesia di media massa cetak difokuskan pada berita utama dan tajuk rencana/editorial. Kriteria penilaian tersebut meliputi bentuk dan pilihan kata, ejaan, dan kalimat.

Pembahasan mengenai kriteria penilaian media massa dan Adibahasa tersebut berkutat pada penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Sebab, objek yang dinilai semuanya tertulis. Sebut saja penilaian bahasa Indonesia di ruang publik. Selain unsur gramatikal dari sebuah tulisan, pemantauan juga difokuskan pada pengutamaanya. Banyak sekali tulisan berbahasa Indonesia berada di bawah tulisan berbahasa asing/Inggris. Bahkan, ada juga yang hanya menggunakan tulisan dalam bahasa Inggris. Padahal, objek tertulis tersebut berada di wilayah NKRI. 

Kota Ambon termasuk daerah dengan kategori Terkendali B pada pemantauan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik tahun 2018. Jika dibandingkan dengan data nasional, banyak daerah yang masuk pada kategori Terkendali A pada tahun yang sama. Daerah yang masuk kategori Terkendali A sebanyak 46,4%, sedangkan kategori Terkendali B sebanyak 42,3%. Kategori Terkendali B itu menunjukkan bahwa penggunaan bahasa asing di Kota Ambon cukup terkendali dan tidak terlalu mendominasi. Selain itu, kaidah dan tipografinya juga mendukung. Namun, jika sudah banyak daerah lain yang masuk pada Terkendali A, Kota Ambon tentunya juga harus berbenah untuk menjadi lebih baik lagi.

Kriteria Anugerah Adibahasa lainnya yang cukup menyita perhatian adalah kebijakan kebahasaan dan kesastraan. Kriteria ini mendorong pemerintah daerah untuk peduli terhadap kebahasan dan kesastraan daerah. Menurut pandangan Sugiyono, Badan Bahasa, dasar hukum yang melandasi kebijakan penanganan bahasa dan sastra daerah telah ditetapkan, baik dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Keduanya mencerminkan kemauan politik pemerintah yang nyata, tetapi realisasi upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra daerah belum optimal. Beberapa provinsi telah memberikan sinyal yang baik atas kemauan politik pemerintah daerah yang nyata. Provinsi tersebut adalah Provinsi Sumatra Utara, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Bali, Gorontalo, dan beberapa daerah lainnya. Langkah nyatanya adalah dengan membuat peraturan perundang-undangan terkait pengutamaan bahasa Indonesia dan pelestarian bahasa daerah.

Penjelasan atas dua bentuk apresiasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak pemerintah daerah dan media massa dirasa perlu mengambil peran untuk menjadi pelopor pengutamaan bahasa Indonesia. Tentu harapannya, semua lapisan masyarakat dapat menjalankan sesuai peraturan perundang-undangan yang telah dibuat. Media massa juga dapat menguatkan hal tersebut dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada semua karyanya. Jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik, budaya tertib berbahasa Indonesia di semua lapisan masyarakat, bahkan pemuda, dapat terwujud. Dampaknya pun positif, seperti ujaran kebencian, salah paham, hingga hoaks dapat diminimalisasi.      

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

two × 3 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top