Junjung Bahasa Persatuan

Vonnita Harefa, S.S.

Penyuluh di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Banyak cara untuk menyampaikan sesuatu. Seperti menggunakan kontak mata kepada orang yang paham arti dari kontak mata tersebut, menggunakan gerakan tangan atau kaki untuk menirukan sesuatu, dan menggunakan bahasa untuk menjelaskan sesuatu. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh petutur dan penutur. Kemudahan berbahasa membuat pesan dapat tersampaikan dengan baik. Komunikasi yang terjadi dapat menggunakan bahasa daerah, bahasa asing, atau bahasa Indonesia. Praktiknya, kesalahan penggunaan bahasa Indonesia masih ditemukan baik lisan maupun tulisan. Kesalahan tanda baca dan penggunaan kosakata tidak baku ada di kehidupan sehari-hari.

Bahasa juga digunakan untuk menyatakan sesuatu. Tulisan-tulisan tersebut bisa ditemukan salah satunya di kota Ambon. Beberapa tulisan seperti Ambon City Of Music, Ambon City of Fish, dan Ambon City of Peace. Tulisan itu menyatakan bahwa Kota Ambon adalah kota musik, kota ikan, dan kota damai. Penggunaan bahasa asing atau bahasa Inggris untuk penamaan tersebut tentu akan lebih baik jika menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu tersurat dalam Sumpah Pemuda poin ketiga, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Hal itu menyatakan bahwa masyarakat Indonesia harus mengutamakan bahasa Indonesia dibanding bahasa asing atau bahasa daerah. Kenyataannya, bahasa Inggris masih ditemukan di berbagai tempat bahkan digunakan dalam sebuah penamaan. Hal itu disebabkan penggunaan bahasa Inggris akan terlihat lebih keren atau naik level.

Penggunaan bahasa Inggris di Kota Ambon masih terus dilakukan. Sebuah taman yang terletak di bawah Jembatan Merah Putih menggunakan penamaan dengan bahasa Inggris. IAMBON, dari penggunaan bahasanya menggunakan bahasa Inggris dan dari segi struktur tulisan tersebut tidak tepat. Kesalahan tanda baca seperti tidak adanya spasi membuat tulisan tersebut tidak mempunyai makna yang jelas.

Jika menggunakan spasi maka penulisan menjadi I AM Bon, dari segi penulisan struktur tulisan tersebut sudah benar. Makna dari tulisan tersebut adalah ‘Saya adalah Bon’. Masyarakat tahu bahwa arti yang ingin disampaikan bukan itu karena masyarakat tidak mempunyai kepentingan untuk mengetahui siapa itu Bon. Justru sebaliknya jika dilihat sepintas masyarakat tahu apa yang ingin dinyatakan dari tulisan tersebut. Tulisan tersebut ingin menyatakan bahwa ‘Saya adalah orang Ambon’.

Tulisan itu membuat masyarakat kebingungan dalam mengartikan dan membacanya. I AM BON atau I AMBON? Penulisan I Ambon juga kurang lengkap karena tidak ada to be. Jika ingin menyatakan bahwa saya adalah orang Ambon kata yang tepat digunakan seperti  I am Ambonese atau I am from Ambon untuk menyatakan kalau saya berasal dari Ambon sehingga pesan yang ingin disampaikan tersampaikan dengan baik.

Penggunaan bahasa Inggris masih sering digunakan bukan hanya untuk penamaan kota, penamaan taman tetapi untuk penamaan kafe, penamaan pantai, penamaan usaha cuci baju, petunjuk arah, dan sebagainya, seperti, barbershop, cafe, beach, laundry, out, in, dan sebagainya. Kata-kata tersebut telah mempunyai padanan dalam bahasa Indonesia. Barbershop menjadi pangkas rambut, cafe menjadi kafe, beach menjadi pantai, laundry menjadi penatu, out menjadi keluar, in menjadi masuk, dan sebagainya.

Maraknya penggunaan bahasa Inggris membuat masyarakat khususnya kaum muda mencampuradukkan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Istilah itu disebut campur kode. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi campur kode itu terjadi, seperti ingin meningkatkan kelas sosial, ingin diakui, terpengaruh dari lingkungan atau pernah berada di luar negeri. Salah satu campur kode yang terjadi di Indonesia adalah bahasa anak jaksel.

Bahasa anak jaksel adalah sebutan bahasa yang digunakan anak-anak muda di Jakarta Selatan dengan menggabungkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hastag anak jaksel juga sempat ramai di Twitter beberapa tahun yang lalu. CNN Indonesia memberi contoh salah satu pengguna akun Twitter yang menggunakan bahasa anak jaksel.  “Which is karena aku manusia literally literan bengsin ku hilang, jadi aku ga tahu itu gone gone begitu saja, which is semua people tahu hidup tanpa love, bagai taman tak berflowers”. Ada beberapa kejanggalan yang ditemukan dari kalimat tersebut seperti adanya pengulangan gone dan adanya kata yang berserangkai yang terdiri atas bahasa Inggris dan bahasa Indonesia berflowers. Kalimat itu tentu membuat pembaca kebingungan dalam mengartikan dan membacanya. Pembaca secara tidak langsung dipaksa untuk mengerti arti dari kalimat itu dengan menyambungkan arti dari bahasa Inggris dengan kata dari bahasa Indonesia sehingga kesannya seperti terpaksa untuk menyambungkan kedua bahasa dalam satu kalimat tersebut.

Masyarakat khususnya kaum muda harus mengutamakan bahasa Indonesia agar dapat menerapkan poin ketiga dari Sumpah Pemuda, yaitu Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Jika pengutamaan Bahasa Indonesia terlaksana, penamaan istilah bahasa asing seperti bahasa Inggris akan terhindarkan. Siapa lagi yang akan menjaga bahasa persatuan, bahasa Indonesia, jika tidak dimulai dari diri sendiri.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

13 − 9 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top