Keuntungan Belajar Bahasa Daerah

Indrayadi, S.S.

Analis Kata dan Istilah di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Apa yang kita ketahui tentang bahasa daerah? Sebagian orang beranggapan bahwa bahasa daerah itu sulit dipelajari, hanya dipahami oleh penuturnya sendiri.  Maka dari itu, tidak heran jumlah bahasa daerah dari tahun ke tahun kian sedikit, mengapa demikian? Umumnya, masyarakat lebih mengutamakan penggunaan bahasa yang populer diujarkan oleh masyarakat, contohnya di Maluku, bahasa Melayu Ambon dituturkan  di sebagian besar wilayah di Provinsi Maluku. Padahal, di wilayah ini bahasa daerahnya tidak hanya bahasa Melayu Ambon.  Dalam peta bahasa tahun 2021, Provinsi Maluku mempunyai 62 bahasa, di 9 kabupaten dan 2 kota.

Masyarakat di Provinsi Maluku, terbiasa mengujarkan bahasa Melayu Ambon, hal ini terjadi juga pada lembaga pendidikan, karena belum adanya muatan lokal bahasa daerah sehingga bahasa daerah tidak diajarkan di lembaga Pendidikan yang sesuai dengan Undang-Undang Sisdiknas bahasa pengantar di lembaga pendidikan formal adalah bahasa Indonesia. Walaupun berdasarkan undang-undang tersebut, bahasa daerah dapat diajarkan di kelas-kelas pemula. Sementara, di provinsi lain, seperti Sulawesi Selatan dengan bahasa Bugis, Jawa Tengah dengan bahasa Jawa, dan Jawa Barat dengan bahasa Sunda penuturnya tetap ada, bahkan pendatang dari daerah lain fasih menggunakan bahasa daerah tersebut. Hal ini dikarenakan daerah-daerah itu sudah ada pengajaran muatan lokal di kurikulum sekolah. Di Maluku, sampai saat ini diketahui hanya Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual yang sudah memiliki mata pelajaran muatan lokal untuk bahasa daerah, yaitu Bahasa Kei.

Secara umum, diketahui bahwa menguasai bahasa daerah itu memiliki beberapa keuntungan secara individu. Dalam hal ini, dapat diungkap empat keuntungan bagi kita saat menguasai bahasa daerah tertentu.

Pertama, kita jadi lebih paham mengenai kondisi dan budaya suatu masyarakat. Bahasa daerah dijadikan sebagai bahasa pengantar pada permulaan di tingkat sekolah dasar, yaitu pada tingkat tersebut, sebagian anak belum dapat menggunakan bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Bahkan, saat jam istirahat, anak-anak bermain dengan permainan rakyat khas daerah setempat. Begitu juga saat berinteraksi dengan pedagang di pasar, apabila kita memahami beberapa kosakata bahasa daerah, maka dianggap warga lokal atau mungkin juga harga barang yang akan dibeli diturunkan.

Kedua, menjalin keakraban dengan sesama. Perbedaan bahasa bukan berarti saling membenci dan menjauh, melainkan hal itulah yang menjadi kunci untuk saling mengakrabkan diri dan mempelajari bahasa daerah lain. Bahasa daerah merupakan kekayaan dan sudah sepatutnya kita pelajari di mana pun dan kapan pun untuk mempertahankan interaksi dengan orang lokal. Misalnya, kita asli orang Jawa dan berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Tiba-tiba, dimutasi ke Maluku yang masyarakatnya lebih suka berkomunikasi menggunakan bahasa daerah daripada bahasa Indonesia. Apabila tidak mempelajarinya, mungkin kita merasa seakan terasingkan, karena kita tidak mampu memahami maksud dari lawan bicara. Berbeda apabila kita menguasai bahasa tersebut, maka keakraban akan terjalin.

Ketiga, sarana penarik wisatawan lokal dan asing. Tahukah kamu, Sacha Stevenson? Artis dan kreator video berkebangsaan Kanada datang ke Indonesia untuk bertualang. Berbekal sertifikat guru bahasa Inggris yang dimiliki pada tahun 2001, ia menjelajah dari satu pulau ke pulau lainnya di nusantara selama 10 tahun. Selain itu, Dave Jepchott, pria asal Australia yang berprofesi sebagai kreator video youtube yang sudah menetap di Indonesia, tepatnya di Kota Surabaya sejak usia 2 tahun. Ia tumbuh di lingkungan pergaulan yang selalu menggunakan bahasa Jawa, tetapi orang tuanya yang warga negara Australia ini, senantiasa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di rumah.

Keempat, memperkuat karakter bangsa Indonesia yang memiliki 718 bahasa daerah. Pada saat seseorang berbahasa Indonesia, kita bisa mengetahui asal daerahnya. Misalnya, pengucapan huruf  “T” dengan lidah menempel ke langit-langit. Pengucapan tersebut terdapat di beberapa provinsi. Selain itu, pengucapan huruf “E” dengan penuh, tanpa membedakannya pada kata “teras” dan “teras”. Itulah keberagaman bahasa daerah yang mesti dijaga.

Mempelajari bahasa daerah membuat kita akan banyak mengetahui budaya suku bangsa yang ada di nusantara ini. Oleh sebab itu, khususnya bagi penutur jati atau pemilik bahasa daerah, haruslah tetap menjaga dan melestarikan bahasa daerah masing-masing. Orang yang bertutur dengan bahasa daerah, bukanlah dianggap orang kampung, melainkan orang yang bertutur dengan bahasa asing bukanlah menjadi orang hebat atau terpelajar. Penggunaan bahasa tersebut, ada dan terjadi sesuai dengan kondisinya. Kapan dan di mana kita harus menggunakan bahasa Indonesia? Kapan dan di mana pula kita harus berbahasa daerah? dan begitu juga kapan dan dengan siapa pula kita menggunakan bahasa asing?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ten + 19 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top