Buaya Learisa Kayeli, Cerita Rakyat Maluku sebagai Rujukan Pendidikan Moral bagi Anak

Dudung Abdulah, S.S.

Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Secara geografis, Maluku merupakan kawasan kepulauan yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur. Kawasan kepulauan seperti itulah yang memungkinkan munculnya keragaman bahasa daerah yang ada di dalamnya sehingga menjadikan Maluku sebagai provinsi dengan jumlah bahasa daerah terbanyak keempat di Indonesia setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.  Keberagaman bahasa daerah yang ada di wilayah Maluku juga berimbas pada lahirnya cerita rakyat dari berbagai daerah di Maluku.

Cerita rakyat tercipta dari kebiasaan orang-orang terdahulu dalam rangka mendidik generasi mudanya itu melalui tuturan cerita. Dengan demikian, cerita rakyat dituturkan secara lisan dan turun temurun dari generasi pendahulu ke generasi berikutnya. Cerita rakyat biasanya memiliki pesan moral yang ingin disampaikan kepada pendengarnya, khususnya generasi muda. Adapun pesan moral yang disampaikan melalui cerita rakyat itu ada yang secara eksplisit maupun implisit.

Pada era digital saat ini, digitalisasi cerita rakyat sudah banyak dilakukan sehingga bisa diakses bebas oleh masyarakat umum. Digitalisasi cerita rakyat sudah melalui proses penyaduran dan bahkan ada yang menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah maupun bahasa asing. Cerita rakyat bisa dijadikan sebagai bahan bacaan pengantar tidur bagi anak. Dengan demikian, orang tua juga secara tidak langsung sedang menanamkan nilai moral pada anak melalui bacaan cerita rakyat tersebut.    

Digitalisasi cerita rakyat juga dilakukan oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku terhadap cerita rakyat yang berasal dari berbagai daerah di Maluku sejak tahun 2016. Di tahun 2021, Kantor Bahasa Provinsi Maluku telah menerbitkan 22 cerita rakyat yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa daerah yang ada di Maluku dan bahasa asing (baca: Inggris). Untuk selanjutnya, akan dilakukan proses digitalisasi terhadap 22 cerita rakyat tersebut. Penerbitan cerita rakyat tidak hanya berhenti di tahun 2021 melainkan juga akan dilakukan di tahun 2022. Dari sini, kita bisa melihat bahwa Kantor Bahasa Provinsi Maluku telah berupaya memberikan sumbangsih dengan menerbitkan banyak cerita rakyat Maluku yang bisa dijadikan sebagai bahan rujukan pendidikan moral bagi anak.

Berbicara tentang pendidikan moral berarti berbicara tentang nilai moral. Nilai adalah segala hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia mengenai baik atau buruk yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral, dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat (Zakiyah dan Rusdiana, 2014:15). Adapun moral berhubungan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri (Zakiyah dan Rusdiana, 2014:178).  Jadi, nilai moral adalah suatu ajaran benar-salah atau baik-buruk menurut kacamata agama, tradisi, etika, dan kebudayaan dalam masyarakat yang nantinya akan berdampak pada tingkah laku manusia dan kebahagiaan orang di sekitarnya.  

Penanaman nilai moral pada anak sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Peran orang tua yang suka membacakan cerita pengantar tidur untuk anaknya merupakan kebiasaan baik yang perlu dipertahankan. Jangan hanya dipertahankan, tetapi juga literaturnya harus diperkaya. Salah satunya, orang tua bisa memanfaatkan cerita rakyat Maluku yang banyak tersebut. Para orang tua bisa memilih sendiri cerita rakyat Maluku mana yang diminati oleh anak-anaknya.  

Salah satu cerita rakyat Maluku yang kaya akan nilai moral adalah cerita tentang buaya yang hidup di Sungai Learisa Kayeli, Pulau Haruku. Ada beberapa versi cerita tersebut. Akan tetapi, hal itu tidak mengurangi kekayaan nilai moral di dalamnya. Di sini, penulis merujuk pada cerita yang berjudul Buaya Learisa Kayeli yang sudah melalui proses kajian terhadap nilai moral yang terkandung di dalam cerita tersebut. Cerita Buaya Learisa Kayeli disadur oleh Asrif dan diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud tahun 2016.     

Cerita Buaya Learisa Kayeli merupakan cerita fabel karena sebagian besar tokoh penting dalam cerita diperankan oleh binatang. Adapun kehadiran tokoh manusia dalam cerita tersebut hanyalah sebagai pelengkap cerita saja. Pesan moral yang disampaikan penulis bisa ditafsirkan melalui watak para tokoh cerita tersebut, antara lain: Buaya Learisa Kayeli, Buaya Pulau Seram, Ular Raksasa, Buaya Muda, Tiga Jenis Ikan (Lompa, Make, dan Parang-parang), dan Manusia.

Abdulah (2021) menafsirkan bahwa ada tujuh nilai moral yang disampaikan penulis melalui watak para tokoh cerita Buaya Learisa Kayeli, antara lain: 1) Janganlah takut membela kebenaran/menumpas kezaliman meskipun nyawa menjadi taruhannya supaya tercipta kehidupan yang harmonis dan tenteram; 2) Hargailah orang yang telah berjasa dalam (menyelamatkan) hidupmu supaya terjalin persaudaraan yang abadi sampai akhir hayat; 3) Janganlah suka mengganggu ketenangan hidup orang lain supaya tidak bernasib buruk di kemudian hari; 4) Jangan pernah menyerah dalam berusaha supaya impianmu bisa tercapai; 5) Berperangailah dengan baik terhadap orang lain supaya kamu bisa diterima oleh siapa pun dan di mana pun termasuk di lingkungan baru sekali pun; 6) Bersabarlah dalam menghadapi rintangan kehidupan supaya buah dari kesabaran itu bisa bermanfaat bagi orang lain; dan 7) Bersikap bijaklah terhadap lingkungan sekitar supaya tercipta keseimbangan alam yang sehat sehingga bisa memberikan keuntungan bagi umat manusia.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

three × 3 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top