Masnita Panjaitan, S.S.
Analis Kata dan Istilah di Kantor Bahasa Provinsi Maluku
Manusia memiliki tiga pokok kebutuhan yaitu; sandang, pangan, dan papan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sandang diartikan sebagai bahan pakaian, pangan diartikan sebagai makanan, dan papan diartikan sebagai tempat tinggal. Dari ketiga kebutuhan pokok tersebut, makanan adalah kebutuhan yang paling utama. Manusia tidak terlepas dari makanan karena manusia tidak dapat hidup tanpa makanan. Dalam KBBI makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan (seperti penganan, lauk-pauk, kue).
Secara umum, makanan pokok di Indonesia adalah nasi. Selain nasi ada juga yang mengonsumsi jagung, singkong, ubi, dan sagu. Namun, khusus untuk sagu, makanan pokok ini biasa dikonsumsi masyarakat di wilayah Indonesia bagian timur. Olahan dari sagu ini biasa berupa papeda. Berdasarkan berbagai bahan pokok bahan makanan yang ada di Indonesia, tiap-tiap daerah berkreasi mengolah bahan makanan sehingga menjadi makanan khas tiap daerah. Makanan khas tiap daerah dikenal dengan istilah makanan tradisional. Makanan tradisional adalah makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat tertentu dengan cita rasa yang khas yang diterima oleh masyarakat tertentu. Dalam KBBI makanan tradisional adalah makanan yang dibuat secara tradisiobal. Selain itu, dalam Wikipedia makanan tradisional adalah makanan dan hidangan yang diwariskan secara turun-menurun atau telah dikonsumsi secara turun-temurun.
Sri Utami dalam tulisannya “Kuliner sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya” menjelaskan adanya hubungan kuliner dengan budaya. Kuliner melambangkan kehidupan sosial dan identitas budaya berbagai kelompok orang di seluruh dunia. Apa yang dimakan menunjukkan tentang siapa diri seseorang dan dari mana dia berasal. Makanan adalah media dari masyarakat untuk menyatakan siapa dirinya.
Berdasarkan data setkab.go.id terdapat tujuh ratus suku bangsa di Indonesia. Banyaknya jumlah suku di Indonesia melambangkan banyaknya identitas budaya dari setiap suku. Begitu juga dengan cita rasa makanan dari berbagai daerah, di Sumatera misalnya, banyak makanan yang memiliki cita rasa yang pedas dan kaya rempah. Di Jawa banyak makanan memiliki ciri khas makanan manis, asin, gurih, dan pedas. Di Kalimantan banyak makanan memiliki rasa gurih, asam, dan pedas. Di Sulawesi banyak makanan yang memiliki cita rasa asam, pedas, gurih serta kaya rempah. Di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua dan Maluku, banyak menggunakan bahan dasar sagu. Selain terkenal dengan sagu, cara memasak makanan di Indonesia bagian timur juga berbeda, di Papua ada tradisi bakar batu, yaitu cara memasak makanan berupa umbi-umbian, sayur-sayuran, daging, dan sebagainya dengan menggunakan bara batu yang dipanaskan. Kegiatan ini biasa dilakukan bersama-sama warga satu kampung dengan tujuan untuk bersyukur, bersilaturahmi, ataupun untuk mengumpulkan prajurit perang.
Banyaknya nama jenis makanan tradisional yang ada di Indonesia turut berkontribusi dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia di KBBI. Kegiatan pengayaan kosakata bahasa Indonesia dari bahasa daerah yang dilakukan Kantor Bahasa Provinsi Maluku setiap tahun diambil dari kosakata budaya yang ada di Provinsi Maluku. Biasanya kosakata yang diambil meliputi rumah adat, pakaian adat, upacara-upacara adat, bagian-bagian gerakan tari, nama-nama perlengkapan dapur, alat-alat pertanian, istilah-istilah agraris, istilah-istilah maritim, sistem kekerabatan, makanan, minuman, dan proses pernikahan.
Sejak tahun 2016 Kantor Bahasa Provinsi Maluku telah melakukan pengambilan data pengayaan. Sejak itu, banyak nama makanan dari Maluku telah diusulkan ke KBBI Daring. Berikut dijabarkan nama-nama makanan dari tiap bahasa yang telah diusulkan ke KBBI Daring.
Pertama, bahasa Melayu Ambon: cara ‘penganan khas Ambon, terbuat dari adonan tepung terigu, telur, susu, mentega, garam, gula, dan santan cair yang dimasukkan ke dalam cetakan khusus dengan diberi isian berupa irisan ikan cakalang dan bumbu yang ditumis, di atasnya diberi pugasan berupa irisan cabai merah, kemudian dipanggang’ dan garontong ‘penganan yang terbuat dari biji jagung rebus yang dicampur dengan kelapa parut dan gula merah’.
Kedua, bahasa Kur: kabail alfail ‘makanan pokok dari enbal bisa dicampur dengan kelapa yang dipipihkan di atas kuali, biasa dijadikan bekal saat melaut selama 4–5 minggu’, kabael antan ‘bahan dasar enbal yang terbuat dari singkong ukuran kecil yang direndam 2–3 hari di air asin, lalu diangkat dan dibersihkan dengan air bersih lalu dijemur, setelah kering ditumbuk di lesung’, kabael anlen ‘bahan dasar enbal yang terbuat dari singkong ukuran besar yang direndam 2–3 hari di air asin, lalu diangkat dan dibersihkan dengan air bersih lalu dijemur, setelah kering ditumbuk di lesung’, kamboso ‘makanan tradisional masyarakat Desa Kur yangg terbuat dari biji jagung yang direbus menggunakan santan dan gula’, falik ‘makanan pokok dari sagu yang sudah diendapkan selama 1–2 hari, cara buat sagu dimasukkan ke dalam daun rumbia lalu diikat dan dibakar, untuk mendapatkan rasa yang enak dapat dicampur dengan kenari atau kelapa parut’, sukara nangka ‘olahan kue yang terbuat dari daging nangka yang dicampur dengan minyak kelapa, lalu digoreng sambil diaduk sampai merah menyerupai dodol, bahannya khusus nangka bubur’, sukara pisang ‘olahan kue yang terbuat dari pisang yang sudah sangat masak yang dicampur dengan minyak kelapa, lalu digoreng sambil diaduk sampai merah menyerupai dodol’, astas ‘makanan tradisional masyarakat Kur yang terbuat dari buah sukun yang dibakar, lalu dikupas kulitnya, diiris tipis-tipis kemudian dijemur, biasa dimakan dengan isi kenari dan parutan kelapa’, langit amkoma ‘makanan tradisional masyarakat Kur yang terbuat dari olahan jagung goreng keras yang ditumbuk kembali menjadi serbuk’,dan afkofor ‘penganan yang terbuat dr daging buah nangka sudah masak kemudian dipanaskan dengan sedikit minyak goreng, dibungkus dengan daun, kemudian diasap, berbentuk seperti dodol, memiliki rasa yang manis’.
Ketiga, bahasa Luhu dialek Boano: karot ‘makanan khas dari Pulau Boano, terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan air, berbentuk seperti kerupuk atau rempeyek, biasanya disajikan saat acara adat, acara keagamaan, dan lain-lain’.
Keempat, bahasa Marlasi: bau ‘penganan terbuat dari sagu kering dan dicampur dengan kelapa parut, cara membuat seperti kerak telur, biasa dimakan sambil minum kopi’ dan vakau ‘penganan tradisional, terbuat dari buah bakau yang direbus dengan santan atau air, berwarna cokelat, rasanya manis’.
Kelima, bahasa Batuley: manambat sengsengar ‘penganan terbuat dari papeda yang dicampur dengan buah pohon bakau, bertekstur keras’.
Keenam, bahasa Karey: regon wawagar ‘makanan yang terbuat dari tepung sagu yang dijadikan sebagai bekal nelayan ketika melaut, dibungkus dengan daun pisang, bisa bertahan selama 2–3 hari dan biasanya disajikan dengan ikan’, jepajepa ‘penganan dari sagu basah, disangrai dalam kuali sampai masak lalu diberi gula merah atau gula pasir, biasanya disajikan dengan teh’, sengar ‘makanan pokok yang terbuat dari buah pohon bakau yang dikupas lalu isinya direbus, kemudian dikikis seperti keripik, dijemur kemudian ditambahkan kelapa dan gula, biasanya disajikan dengan ikan’, nael ‘makanan pokok yang terbuat dari buah raja (menyerupai buah pinang), buah tersebut dikupas dan diiris tipis kemudian dijemur, setelah kering direndam terlebih dahulu selama 1 jam, setelah itu direbus, air rebusan pertama dibuang lalu diganti dengan santan dan diberi gula merah, setelah matang, disajikan seperti kolak’, dan norgair ‘panganan khas Karey berupa permen yang dibuat dari air kelapa dicampur kelapa parut lalu dimasak hingga mengental, lalu digulung-gulung pada kayu’.
Ketujuh, bahasa Geser: sagu pulut ‘makanan tradisional masyarakat Geser berupa camilan, terbuat dari tepung sagu mentah yang dimasukkan ke dalam bambu hijau, ruas bambunya panjang, lalu dibakar hingga matang, diiris-iris sedang, kemudian dijemur’ dan maracoang ‘sagu tumang yg dibentuk seperti bola-bola kecil lalu dibakar di atas bara api’.
Kedelapan, bahasa Baun: ranakou ‘penganan yang terbuat dari tepung sagu yang dibungkus dengan daun pinang hutan, diasap hingga matang, bentuknya seperti pepes, tetapi berisi tepung sagu’.
Kesembilan, bahasa Boing: sana matan ‘panganan dari sagu yang dicampur kelapa dan gula jawa lalu dimasak menggunakan porna, memiliki rasa manis dan gurih, biasanya disajikan dengan teh atau kopi’, sana wali ‘panganan dari sagu yang dicampur parutan kelapa dan gula jawa, dibungkus daun sagu lalu diikat, memiliki rasa manis dan gurih’, dan toin pala ‘makanan yang terbuat dari ikan dicampur irisan buah pala dan bawang kemudian ditumis, biasanya disajikan dengan papeda’.
Selain itu, masih ada banyak lagi kosakata mengenai makanan yang berasal dari bahasa Seram yang telah diusulkan. Kemudian ada beberapa dari bahasa Kei yang akan diusulkan tahun ini. Semua kosakata mengenai makanan yang telah diusulkan untuk turut andil dalam memperkenalkan ciri khas dan budaya tiap-tiap daerah. Hal ini menjadi cerminan betapa kayanya Indonesia akan keragaman budaya dan tradisi serta aneka kuliner yang berbeda di tiap daerah. Kekayaan budaya inilah yang harus dijaga, dilestarikan, serta didokumentasikan sebagai warisan kepada generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa Indonesia.