Herni Paembonan, S.S.
Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Maluku
Perempuan memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam lingkungan masyarakat, lingkungan sosial, maupun lingkungan keluarga. Perempuan sebagai bagian dari masyarakat harus bisa diandalkan dan dapat melakukan banyak hal yang tidak terbatas dengan gender. Misalnya, perempuan yang telah menikah dan menjadi ibu harus mampu menjadi pendidik pertama bagi anak-anak mereka dan menjadi pendamping bagi suami. Perempuan dalam aktivitas ekonomi keluarga, selain dapat mengelolah keuangan juga tidak sedikit yang terjun langsung mencari nafkah demi membantu suami menopang perekonomian keluarga.
Ketangguhan perempuan dalam menjalani perannya juga ditemukan dalam diri perempuan Maluku. Salah satu ketangguhan itu terungkap dalam sebuah puisi yang berjudul Mama Kabaya. Puisi Mama Kabaya merupakan puisi yang terdapat dalam Antologi Puisi Enam Perempuan Penyair Maluku Rahim Perempuan yang ditulis oleh Nur Ija Imran dan diterbitkan oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku pada tahun 2019. Mama Kabaya menceritakan tentang bagaimana perjuangan dan etos kerja seorang perempuan dalam mencari nafkah untuk kelangsungan hidup keluarganya.
Diksi yang digunakan pada judul puisi Mama Kabaya, ‘Mama’ dalam masyarakat Maluku tidak hanya panggilan kepada ibu yang melahirkan tetapi juga dapat digunakan sebagai sapaan akrab seseorang yang lebih muda terhadap ibu-ibu yang dianggap lebih tua darinya. Sapaan itu juga sebagai salah satu sikap menghargai. Sedangkan, ‘Kabaya’ merupakan kain kebaya khas Maluku. Jadi, Mama Kabaya artinya perempuan Maluku yang menggunakan kain kebaya khas Maluku.
Namun, di Maluku dikenal sebuah istilah yaitu papalele. Papalele merupakan salah satu potret perempuan Maluku yang melakukan kegiatan jual beli di jalan-jalan atau di pasar tradisional. Secara etimologi (Souisa, 1999), papalele terdiri atas ‘papa’ artinya memikul atau membawa dan ‘lele’ artinya keliling. Jadi, papalele artinya keliling sambil memikul atau membawa. Perempuan papalele biasanya menggunakan kain sarung dipadukan dengan kain kebaya khas Maluku. Oleh karena itu, perempuan papalele sering disebut sebagai mama kabaya.
Bait pertama pada puisi Mama Kabaya, tatapan itu bersahabat dalam letih, bibir coklat mengukir senyum penuh doa, rembesan peluh berkilau bagaikan berlian, tubuh kecil tenggelam dalam balutan kain kebaya. Petikan itu mengungkap bahwa mama kabaya dalam puisi tersebut memiliki karakter pejuang yang tidak mengenal lelah dan tidak mudah menyerah. Dia tegar dan berserah sepenuhnya kepada Yang Kuasa sambil terus berusaha. Semangat juang ini dikenal dengan semangat Kabaresi yang tergambar dalam diri Martha Christina Tiahahu, Pahlawan Nasional Perempuan dari Maluku.
Bait kedua, dengan tegar kepalamu menopang bakul, berjalan menjajakan aneka buah, rumah demi rumah dilalui, berteriak lantang mengundang sang rezeki. Mama kabaya dalam puisi itu menjajakan jualannya dengan cara berjalan kaki berkeliling sambil menopang bakul di kepala. Hal ini luar biasa karena menjunjung dagangan dengan pakaian kebaya sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Namun, seiring perkembangan zaman, kita dapat menjumpai mama kabaya di Ambon depan toko-toko sekitar jalan A.Y. Patty dan Pasar Mardika. Mereka menjual buah-buahan, sagu tumbu, dan kenari khas Maluku.
Bait ketiga, etos kerja perempuan Maluku semakin diperjelas, setiap langkahmu adalah masa depan orang yang kau kasihi, butiran keringatmu adalah tetesan harapan buah hatimu, suaramu adalah alunan kedamaian dalam gubukmu, yang mampu menghantarkan surga bagi keluargamu. Bait terakhir dari puisi ini menampilkan sosok mama kabaya yang menjalankan tugas entah sebagai seorang ibu atau seorang istri. Pada waktu yang bersamaan juga harus memastikan keadaan dapurnya dalam keadaan yang baik-baik saja. Artinya, mama kabaya adalah tipikal orang-orang yang memiliki penghargaan untuk memperbaiki masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya.
Secara keseluruhan puisi Mama Kabaya menampilkan kehebatan perjuangan dan etos kerja yang cukup tinggi dari perempuan Maluku dalam pengembangan diri. Pengembangan diri itu terlihat dari berbagai upaya yang dilakukan untuk memperoleh hasil dari proses jual beli. Mereka bertahan untuk diri dan keluarga. Apa yang ditampilkan dalam keseharian Mama Kabaya adalah sebuah realitas yang tergambar dengan jelas.
Tradisi papalele sebagai salah satu kearifan lokal di Maluku akan tetap hidup jika pendukung tradisinya tetap menjalankan dan memeliharanya dalam keseharian mereka. Mama Kabaya merupakan agen pemertahanan. Artinya, tetap mempertahankan budaya atau tradisi papalele. Mereka ingin mewujudkan impian dan masa depan yang lebih baik. Hal itu tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan dibutuhkan keuletan dan etos kerja yang tinggi.
Waktu bergulir dengan pasti. Kebutuhan manusia semakin kompleks, terdesak dengan tuntutan relasi, membuat Mama Kabaya terus berjalan menapaki jalan dengan sejuta harapan bahwa hari-hari ke depannya akan lebih baik dari hari ini.