Rara Rezky Setiawati, S.S.
Penyuluh di Kantor Bahasa Provinsi Maluku
Masalah kekeliruan pemakaian bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sering menjadi perhatian bagi kalangan yang sadar pentingnya bahasa Indonesia yang baik dan benar, seperti pemakaian kosakata yang tidak baku, penggunaan ejaan yang belum tepat, penggunaan bahasa asing, dan lain-lain. Kekeliruan pemakaian tersebut sangat bervariasi sehingga harus diperbaiki agar tepat dalam berbahasa Indonesia yang sesuai kaidah bahasa Indonesia. Kekeliruan-kekeliruan tersebut selain sering ditemukan dalam bahasa tulis, hal serupa juga ditemukan dalam bahasa lisan.
Salah satu masalah yang sering ditemukan adalah lewah dalam berbahasa Indonesia atau pleonasme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pleonasme bermakna pemakaian kata-kata yang lebih daripada yang diperlukan. Pada umumnya, pleonasme biasa diartikan boros atau melewah (berlebihan) dalam menggunakan kata-kata. Dalam buku Bentuk dan Pilihan Kata (2019: 50) dijelaskan bahwa penggunaan kata yang bersinonim atau kata yang mempunyai kemiripan makna yang dilakukan secara ganda juga dapat menyebabkan kemubaziran. Kutipan tersebut semakin memperkuat bahwa kelewahan dalam berbahasa dapat menimbulkan makna yang rancu pada suatu kalimat, pernyataan, atau informasi yang disampaikan. Kalimat atau pernyataan yang lewah sering ditemukan penggunaan bahasanya dalam seminar, forum diskusi, dan dokumen/laporan resmi suatu lembaga yang menganggap sebagai hal yang wajar padahal pernyataan atau informasi yang disampaikan sudah jelas tanpa ditambahkan lagi kata yang memiliki makna yang sama.
Kelewahan dalam berbahasa Indonesia dapat diamati pada kalimat berikut.
- Kita harus bekerja keras agar supaya dapat mencapai cita-cita.
- Generasi muda adalah merupakan penerus perjuangan bangsa.
Kata agar dan supaya memiliki makna dan fungsi yang sama. Kata agar dan supaya masing-masing bermakna menyatakan ‘tujuan’ dan ‘harapan’. Selain itu, fungsi kedua kata tersebut sama, yakni sebagai ungkapan atau kata penghubung (konjungsi). Selanjutnya, kata adalah dan merupakan mempunyai fungsi yang sama, yaitu sebagai penanda predikat.s Ketika kedua kata tersebut digunakan secara bersamaan, kalimat tersebut menimbulkan kelewahan. Oleh karena itu, cukup menggunakan salah satu kata dalam kalimat tersebut. Hal ini diperkuat dalam buku Bentuk dan Pilihan Kata (2019: 50—51) bahwa berdasarkan keterangan tersebut, kalimat yang tepat adalah sebagai berikut.
- Kita harus bekerja keras agar dapat mencapai cita-cita.
- Kita harus bekerja keras supaya dapat mencapai cita-cita
- Generasi muda adalah penerus perjuangan bangsa.
- Generasi muda merupakan penerus perjuangan bangsa.
Selain kedua kata tersebut, ada beberapa kata yang sering dipasangkan dalam membuat suatu kalimat dan disampaikan secara lisan suatu informasi atau pernyataan, seperti jika … maka, demi untuk, seperti misalnya, contohnya seperti, dan kalau seandainya. Kata yang sering ditemukan dan digunakan secara bersamaan adalah ungkapan jika … maka. Dalam ilmu teknologi (program) if-then diartikan jika … maka yang memiliki aturan atau rumus yang mengharuskan memakai bentuk tersebut. Namun, bentuk tersebut tidak tepat dalam ilmu bahasa Indonesia karena bentuk tersebut dua-duanya merupakan kata penghubung (konjungsi) yang tidak bisa dipasangkan dalam kalimat majemuk (kompleks) dan kalimat majemuk bertingkat (majemuk kompleks) serta pernyataan yang akan disampaikan.
Sejalan dengan Sugono dalam Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar (217—218) menjelaskan bahwa peniadaan satu dari dua konjungsi pada kalimat atau suatu pernyataan dapat diatasi dengan menggunakan satu kata penghubung (konjungsi) agar tidak menimbulkan kelewahan. Oleh sebab itu, konjungsi dalam kalimat perlu diperhatikan induk dan anak kalimat agar menjadi kalimat yang efektif. Berdasarkan penjelasan tersebut, kalimat yang tidak menimbulkan kelewahan adalah sebagai berikut.
- Objek penelitian terlampau luas, maka pengumpulan data dibatasi pada daerah perkotaan.
- Jika penelitian terlampau luas, pengumpulan data dibatasi pada daerah perkotaan.
Kekeliruan-kekeliruan yang telah dijelaskan merupakan kekeliruan yang sering ditemukan dan digunakan dalam lingkup formal dan informal sehingga dianggap sebagai kebiasaan. Kelewahan dalam berbahasa sebaiknya diminimalisasi agar kekeliruan tersebut tidak digunakan. Fenomena seperti ini harus dihindari sehingga kalimat dan pernyataan yang disampaikan sesuai tanpa memengaruhi makna dari sesuatu hal yang disampaikan. Sehubungan hal tersebut, kata dan bentuk yang telah dijelaskan tidak boleh digunakan secara sembarangan. Kecenderungan seperti itu sering digunakan oleh pemakai bahasa untuk mengungkapkan suatu pernyataan, asal masih ada kelanjutan pernyataan tersebut digunakanlah kata atau ungkapan yang menimbulkan kata yang kelewahan. Padahal, kata atau ungkapan tersebut seharusnya tidak digunakan secara bersamaan. Dengan demikian, contoh kata atau ungkapan yang telah dijelaskan, pemakai bahasa diharapkan cermat dalam memakai bahasa sehingga dapat menimbulkan dan mengungkapkan makna yang yang tepat.