Digitalisasi Cerita Rakyat Maluku

Dudung Abdulah, S.S.

Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Tidak dapat dimungkiri bahwa teknologi mampu mengalihkan perhatian setiap lapisan masyarakat dunia tanpa memandang usia.  Anak usia dini sampai orang usia lanjut pun turut menggunakan teknologi jadi tidak heran jika mereka melek teknologi karena itulah kebutuhan di era industri 4.0. Tidak berhenti sampai di situ. Jepang meluncurkan konsep society 5.0 di tahun 2019 untuk meminimalkan imbas negatif dari era industri 4.0, terjadinya degradasi pada diri manusia karena tenaga dan kecerdasannya bisa digantikan oleh teknologi (Suherman dkk, 2020). Di era society 5.0, masyarakat dituntut untuk hidup berdampingan dengan teknologi. Itu berarti, konsep society 5.0 memaksimalkan sumber daya manusia berbasis teknologi digital.                                                                                   

Teknologi yang semakin canggih mampu menggeser perilaku masyarakat. Pergeseran perilaku masyarakat berdampak pada pergeseran nilai budaya. Salah satu pergeseran nilai budaya bisa dilihat dari eksistensi sastra lisan yang ada di masyarakat. Kastanya (2018) dalam artikel berjudul “Sastra Lisan sebagai Warisan Budaya” berpendapat bahwa eksistensi sastra lisan berupa cerita rakyat yang disampaikan oleh generasi tua ke generasi muda kian hari kian berkurang. Cerita rakyat bahkan nyaris tidak lagi ditemukan—khususnya—di masyarakat perkotaan. Hal inilah yang menyebabkan para peneliti bahasa melakukan kunjungan ke pelosok daerah yang masih kuat adatnya demi mendapatkan sepenggal cerita rakyat.                            

Para pemerhati budaya (termasuk bahasa di dalamnya) mendokumentasikan cerita rakyat dengan cara membukukannya dalam rangka melestarikan sastra lisan. Pembukuan cerita rakyat ada yang berupa (1) antologi berisi kumpulan cerita rakyat dalam satu buku terbitan, contohnya Antologi Cerita Rakyat Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease yang berisi 35 cerita rakyat yang terbit pada tahun 2019 dan (2) karya tunggal berisi satu cerita rakyat dalam satu buku terbitan, contohnya cerita rakyat Buaya Learisa Kayeli yang disadur oleh Asrif pada tahun 2016. Cerita rakyat yang disadur dalam karya tunggal biasanya memiliki alur cerita lebih panjang karena berisikan rangkaian cerita yang sangat rinci dan kompleks daripada cerita rakyat yang disadur dalam karya antologi, tetapi keduanya tetap mempertahankan substansi cerita.

Oleh karena itu, Kantor Bahasa Provinsi Maluku (KBPM) medokumentasikan cerita rakyat dengan cara dibukukan. Hampir setiap tahun, terhitung sejak tahun 2016, KBPM rutin menerbitkan buku cerita rakyat. Buku cerita rakyat yang diterbitkan oleh KBPM diperoleh melalui kegiatan pelatihan penulisan dan kunjungan ke pelosok daerah yang ada di wilayah Provinsi Maluku. Semua buku cerita rakyat Maluku yang diterbitkan oleh KBPM sudah melalui proses digitalisasi dalam bentuk buku elektronik. Buku elektronik tersebut bisa diakses di laman kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id. KBPM juga telah menyelenggarakan dua kegiatan di tahun 2022 dalam rangka pelestarian cerita rakat. Pertama, Pelatihan Penulisan, Penerjemahan, dan Penyuntingan Cerita Rakyat Maluku yang menghasilkan 10 produk cerita rakyat. Kedua, Sayembara Cerita Rakyat Maluku dalam Dua Bahasa (Indonesia-Daerah) yang menghasilkan 7 produk cerita rakyat. Dengan demikian, kedua kegiatan tersebut menghasilkan 17 naskah cerita rakyat Maluku yang akan dibukukan di tahun 2022. Setelah berhasil menerbitkan 17 buku cerita rakyat Maluku, KBPM akan melakukan digitalisasi 17 buku tersebut dalam bentuk buku elektronik seperti yang sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya, kemudian akan mengunggahnya di laman kantor. Selanjutnya, masyarakat umum dari berbagai kalangan bisa mengakses dan mengunduhnya kapan pun mereka mau.                                                       

Keunggulan dari program digitalisasi cerita rakyat Maluku yang dilakukan oleh KBPM, antara lain: (1) mendukung program pemerintah dalam hal pelindungan bahasa dan sastra Indonesia maupun daerah; (2) meningkatkan literasi digital masyarakat dalam menyambut era society 5.0; (3) meningkatkan efisiensi waktu karena masyarakat bisa mengakses dan mengunduhnya dengan mudah di laman kantor tanpa harus datang langsung ke perpustakaan KBPM;  (4) menciptakan kondisi yang lebih efektif karena bisa dibawa ke mana pun dan dibaca kapan pun tanpa terbebani oleh beratnya buku; dan (5) meningkatkan kreativitas masyarakat karena beberapa buku cerita rakyat yang disadur melibatkan peran serta masyarakat dari berbagai daerah di Maluku.   

Program digitalisasi cerita rakyat Maluku tidak akan berarti apapun apabila tidak ada tindak lanjutnya. Lebih tepatnya, buku elektronik cerita rakyat Maluku hanya menjadi pajangan laman kantor saja. Maka dari itu, KBPM giat mengenalkan produknya kepada masyarakat umum. Tidak hanya sebatas mengenalkan produk, KBPM juga memiliki kemungkinan untuk melakukan kerja sama dengan pihak tertentu seperti (1) instansi pendidikan atau komunitas dalam rangka meningkatkan program literasi berkelanjutan dan/atau (2) para seniman dalam rangka mengalihwahanakan cerita rakyat Maluku menjadi sebuah pertunjukan teater, film animasi, permainan daring, atau lainnya sehingga bisa dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat.    

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

one × four =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top