Sastra Daerah: Pupuk Wawasan Multikultural Siswa

Eka J. Saimima, S.S.

Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Bhinneka tunggal ika adalah semboyan negara yang mencitrakan keinginan bersatu yang kuat dari semua elemen bangsa Indonesia yang majemuk. Namun, sering kali gaung persatuan yang keras seakan menutupi kegamblangan perbedaan. Pada kenyataanya, perpaduan keberagaman tanpa disokong dengan kesadaran masyarakat untuk menerima perbedaan- berpotensi memicu konflik yang berujung pada perpecahan.

Kedasaran akan adanya keberagaman inilah yang disebut sebagai wawasan multikultural. Mengakui dan menghormati keragaman budaya, suku, agama, ras, gender, pandangan politik, strata sosial, serta perbedaan lainnya adalah konsep utama multikulturalisme. Dengan demikian, pendekatan multikultural sebenarnya didasarkan pada kesadaran untuk menghormati dan menghargai perbedaan dalam suatu komunitas. Perbedaaan yang ada pada diri orang lain dihormati dan diterima, bukan dipermasalahkan.

Dalam semangat multikulturalisme, ketunggalan bukanlah alat utama untuk mewujudkan persatuan yang kuat. Pengakuan terhadap adanya kemajemukanlah yang lebih menyokong persatuan bangsa menuju pembaruan sosial. Jika tidak disertai dengan wawasan multikultural, keberagaman dapat menjadi bara dalam sekam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Orang akan memiliki sikap yang negatif terhadap orang lain yang berbeda dan berujung pada menurunnya sikap toleran. Bahkan, pikiran sempit yang memandang kelompoknya paling baik akan menjamur. Resiko ini akan membesar dan menjadi ancaman krusial terhadap negara jika diindahkan. Singkatnya, semangat ketunggalan bukanlah alat utama untuk mewujudkan persatuan yang kuat dalam semangat multikulturalisme.

Manifestasi konsep multikulturalisme merupakan hal mendasar yang tidak bisa dinegosiasikan. Wawasan multikultural dapat disosialisaikan dengan cara-cara yang efektif, seperti melalui pewarisan budaya dan pendidikan (Bukhori, 2019). Wawasan multikultural perlu dipupuk sejak dini sehingga karakter kebangsaan yang dimiliki oleh generasi penerus semakin menguat. Sekolah sebagai tempat belajar perlu mengakomodasi terbentuknya wawasan multikultural siswa. Dengan memuat wawasan multikultural di sekolah diharapkan kakakter kebangsaan siswa bisa terbangun sejak dini. Siswa setidaknya mampu membangun kesadaran akan pentingya sikap saling toleran, menghormati perbedaan suku, agama, ras, etnis, dan budaya masyarakat Indonesia yang multikultural. Melalui pendidikan berbasis wawasan multikultural, pemikiran dan sikap siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Pendidikan berwawasan multikultural sangat penting untuk diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya pengotak-ngotakan di masa mendatang. Ketika siswa sudah dewasa dan berada di tengah-tengah masyarakat, mereka akan memiliki kesadaran akan keragaman budaya. Siswa juga diharapkan dapat menumbuhkan nilai-nilai kearifan lokal serta rasa saling menghargai terhadap keragaman yang ada di Indonesia.

Wawasan multikultural siswa dapat dipupuk dengan sastra daerah. Dalam konteks pendidikan di sekolah, muatan sastra daerah setidaknya dapat ditemukan dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Ilmu Pendidikan Sosial (IPS). Muatan sastra daerah dalam pembelajaran tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa siswa, tetapi juga meningkatkan apresiasi terhadap sastra daerah yang merupakan bagian dari kekayaan budaya dan intelektual Indonesia.

Sastra daerah merupakan representasi budaya daerah tertentu. Mempelajari sastra daerah berarti mempelajari budaya karena sastra daerah mengandung kearifan lokal daerah. Misalnya, sastra daerah Maluku. Dalam cerita rakyat Nenek Luhu tersirat sistem pemerintahan di Maluku, yaitu raja sebagai pemegang kekuasaan suatu desa yang disebut negri. Selain itu, hubungan kekerabatan antarnegri juga terlihat dalam cerita yang menggambarkan filosofi hidup “orang basudara” di Maluku. Sastra daerah lain seperti pantun ketika berbalasan pantung dalam tradisi badendang juga menunjukkan kehidupan orang Maluku yang senang mengekspresikan diri dalam sastra dan musik. Jika ada siswa yang bukan berasal dari Maluku yang mempelajari hal-hal tersebut, siswa tersebut secara tidak langsung akan mempelajari budaya Maluku. Wawasan siswa tersebut akan bertambah luas karena ia mengetahui kebudayaan di daerah bukan asalnya melalui sastra daerah.

Sastra daerah dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang dimuat dalam bentuk teks maupun video. Aktivitas pembelajaran menggunakan sastra daerah tidak hanya terbatas dalam identifikasi unsur-unsur dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita, tetapi bisa dikembangkan menjadi teks sandiwara, peran serta (role play), pementasan sandiwara, pembuatan video atau animasi. Peristiwa-peristiwa yang termuat dalam sastra daerah juga dapat dikembangkan menjadi topik artikel, pidato, debat, maupun keterampilan berbahasa lainnya. Tidak hanya itu, sastra daerah, seperti teks pantun dan nyanyian rakyat dapat ditampilkan di kelas dan menjadi bahan pementasan sastra di sekolah.

Pengembangan penggunaan sastra daerah di kelas tentunya dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan siswa, setidaknya level pendidikan dan latar belakang budaya siswa (Suwandi, 2021). Oleh karena itu, peran guru di dalam pendidikan multikultural di sekolah sangatlah penting. Selain dalam proses identifikasi kebutuhan siswa, peran dan kemampuan guru dalam wawasan multikulturalisme menjadi faktor pendukung utama. Guru menjadi fasilitator yang membuka wawasan siswa terhadap keberagaman yang tercermin dalam muatan sastra daerah di kelas. Sosok guru yang berwawasan multikultural juga menjadi teladan bagi siswa. Jika siswa mempelajari sastra daerah yang dikemas dengan baik oleh guru dalam proses pembelajaran, wawasan tentang budaya sendiri dan budaya orang lain meluas. Pada akhirnya, siswa memiliki rasa bangga dan percaya diri.

Dengan wawasan multikulturalisme yang luas, siswa akan tumbuh menjadi orang yang inklusif dan toleran. Generasi muda bangsa akan dengan bangga menerima, mengakui, dan menghargai keberagaman Indonesia. Semboyan bhinneka tunggal ika tidak hanya dicengkeram oleh burung garuda, tapi juga akan dipegang di hati anak-anak bangsa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

seventeen + 18 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top