Sahril, S.S., M.Pd.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku
Perdebatan sengit terjadi antara Moh. Yamin dan Mohammad Tabrani pada Kongres Pemuda I, 30 April–2 Mei 1926. Kongres diadakan di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta. Kongres dilaksanakan oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Mohammad Tabrani sebagai ketua dan Djamaluddin Adinegoro sebagai sekretaris. Agenda pada hari ketiga, tepatnya Selasa, 2 Mei 1926, Moh. Yamin memberikan ceramah tentang bahasa-bahasa yang ada di Indonesia salah satunya bahasa Melayu. Menurut Moh. Yamin, menyarankan agar bahasa Melayu bisa digunakan sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia.
Tabrani justru mengusulkan untuk butir ketiga menggunakan “bahasa Indonesia” agar sejalan dengan butir pertama dan kedua. Usulan ini ditantang oleh Moh. Yamin dan Djamaluddin Adinegoro, menurut mereka bahasa Indonesia tidak ada, yang ada adalah bahasa Melayu. Tabrani tetap bersikukuh, jika tidak ada marilah kita lahirkan bahasa Indonesia itu. Pendapat Tabrani ini didukung pula oleh Sanusi Pane. Sayangnya, kongres pemuda pertama ini dibubarkan oleh Belanda waktu itu.
Akhirnya setelah dua tahun diadakanlah Kongres Pemuda II, tepatnya tanggal 27–28 Oktober 1928 di Jakarta. Soegondo Djojopoespito sebagai ketua dan Moh. Yamin menjadi sekretaris. Berhubung alasan keamanan yang terus diintimidasi oleh Belanda, Kongres ini diadakan di tiga gedung yang berbeda.
Minggu, 28 Oktober 1928, sekitar pukul 10.00 WIB, para peserta Kongres Pemuda II berkumpul untuk merumuskan hasil kongres. Ketika itu, Moh. Yamin membacakan teks resolusi. Walaupun pada sebelumnya, Moh. Yamin tidak bersetuju dengan Tabrani pada butir ketiga, tetapi pada resolusi yang dibacakannya justru yang dibacakan adalah “bahasa Indonesia”. (1) Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. (2) Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. (3) Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Semua peserta bersetuju, yang saat itu dinamakan “Ikrar Pemuda” dan akhirnya dinamakan “Sumpah Pemuda”.
Kembali pada topik di atas, ‘Bahasa dan Kemerdekaan’, untuk mencapai hasil suatu perjuangan, diperlukan adanya bahasa yang sama. Tanah dan bangsa tidak akan ada, apabila tidak memiliki bahasa persatuan. Bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia adalah roh bagi perjuangan untuk mendapatkan tanah air dan berdirinya bangsa. Oleh karena itu, setelah ikrar proklamasi dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara.
Pada dua kalimat teks proklamasi, Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Adalah kalimat yang syarat makna, secara struktur bahasa lengkap ada subjek, predikat, dan keterangan. Anak kalimatnya, menjelaskan apa yang dilakukan setelah berdirinya tanah dan bangsa, yakni megenai pemindahan kekuasaan yang dilaksanakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Menurut KBBI, kemerdekaan berasal dari kata merdeka yang artinya bebas, baik dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya. Kemerdekaan diartikan sebagai keadaan berdiri sendiri atau kebebasan. Sebuah bangsa yang merdeka memiliki arti bahwa bangsa tersebut telah menjadi satu negara yang utuh dan berdaulat atas nasibnya sendiri. Kandungan makna ini jelas tertuang dalam teks proklamasi yang singkat dan padat tersebut.
Bila dibandingkan dengan negara tetangga kita, Malaysia dalam hal mendapatkan kemerdekaan, sangat berbeda. Ada empat perbedaannya: (1) Indonesia merdeka melalui pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, Malaysia merdeka dengan serah terima kekuasaan dari Kerajaan Inggris kepada Federasi Malaysia; (2) Indonesia memerdekakan diri tanpa persiapan yang matang, sebaliknya Malaysia melakukan persiapan matang untuk menyambut upacara serah terima kekuasaan dari Inggris; (3) Kemerdekaan Indonesia terlakasana dengan hikmat, sedang kemerdekaan Malaysia dengan sukacita dan pesta; dan (4) Pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa dihadiri negara-negara lain, sedang Malaysia mengundang negara-negara sahabat dalam momentum kemerdekaannya. Berdasarkan perbandingan itu, jelas bahwa konsep merdeka yang tepat itu adalah yang dialami Indonesia.
Pada awalnya teks proklamasi ditulis tangan langsung oleh Soekarno,
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 – 8 – ‘05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Lalu teks proklamasi itu diketik Sayuti Melik, dengan sedikit perubahan, yaitu tulisan ‘hal2’ diubah menjadi ‘hal-hal’, kata ‘tempoh’ diganti menjadi ‘tempo’, penulisan tanggal dan bulan, yaitu Djakarta, 17-8-’05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05, kalimat ‘Wakil2 Bangsa Indonesia’ diubah menjadi ‘Atas nama Bangsa Indonesia’.
Perjuangan para pendiri bangsa ini untuk mendapatkan suatu bahasa yang bisa dipahami oleh seluruh komponen bangsa, yaitu bahasa Indonesia begitu berat dan penuh tekanan saat itu. Pemilihan kata “menjunjung” pada butir ketiga Sumpah Pemuda merupakan satu pemikiran yang luar biasa. Bahasa Indonesia harus kita ‘junjung’. Secara harfiah, sesuatu yang dijunjung tempatnya adalah di atas kepala, namun secara makna konotasinya kita harus menempati bahasa Indonesia yang lebih utama daripada bahasa lainnya, khususnya bahasa asing. Sementara, bahasa daerah yang jumlahnya saat ini ada 718 bahasa, harus kita ‘jinjing’. Maksud ‘dijinjing’ adalah kita pelihara, kita lestarikan agar tidak punah.
Sayangnya, sudah 77 tahun kita memperingati hari kemerdekaan Indonesia, dan sudah 99 tahun bahasa Indonesia itu dideklarasikan sebagai bahasa persatuan. Kita masih enggan mengutamakan bahasa Indonesia dalam penggunaannya. Ada kecenderungan sebagian masyarakat Indonesia justru lebih mengutamakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris.
Bahasa Indonesia pada kedudukannya sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu bangsa, dan sarana komunikasi antarsuku dan budaya bangsa. Fungsi terakhir, yaitu sebagai lambang identitas nasional, alat pemersatu bangsa, dan sarana komunikasi antarsuku dan budaya bangsa terlihat sudah jelas dan tidak ada menimbulkan persoalan. Begitu juga dengan fungsi bahasa Indonesia pada kedudukannya sebagai bahasa negara, tidak ada menimbulkan persoalan.
Kebanggaan terhadap bahasa Indonesia adalah salah satu sikap positif. Namun, bila masyarakat tidak memiliki rasa bangga terhadap bahasanya dan menukar kebanggaannya kepada bahasa lain, maka kondisi ini bisa disimpulkan sebagai ciri sikap negatif terhadap bahasa Indonesia.
Fenomena kebebasan dan keterbukaan pada era global telah melanda segenap penjuru dunia dan juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, yang menjadi bahasa masyarakat global telah mempengaruhi pola hidup masyarakat Indonesia. Kecenderungan bangga menggunakan bahasa Inggris telah mempengaruhi setiap orang yang ingin dianggap maju atau dianggap modern, dan sebagainya. Sebenarnya, tidak ada larangan bagi masyarakat Indonesia untuk menggunakan bahasa asing atau bahasa Inggris, asalkan sesuai dengan fungsinya.
Beberapa sikap negatif dan seakan ada pandangan bahwa bahasa Indonesia lebih rendah daripada bahasa Inggris. Bahkan ada pandangan bahwa untuk dapat menjadi negara maju dan ikut dalam masyarakat dunia pada era globalisasi haruslah melalui penguasaan bahasa Inggris. Pidato para pesohor atau ujarann seorang terpelajar akan dianggap bergengsi jika menggunakan istilah dalam bahasa Inggris atau bercampur-baur dengan bahasa Inggris. Pada nilai jual dalam merek dagang, seakan lebih bergensi menggunakan bahasa Inggris, dan banyak lagi sikap negatif terhadap bahasa Indonesia.
Oleh sebab itu, pada momentum peringatan ulang tahun kemerdekaan ini kita harus mengubah sikap kita terhadap penggunaan bahasa. Sesuai dengan trigatra utamakan bahasa, kami memiliki slogan, yaitu utamakan bahasa Indonesia; lestarikan bahasa daerah; kuasai bahasa asing. Sebagai bangsa kita harus mengutamakan bahasa nasional kita, yaitu bahasa Indonesia. Sebagai anak bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki bahasa daerah, maka mari kita lestarikan bahasa daerah kita. Terakhir sebagai bangsa yang hidup dalam era global, mari kita kuasai bahasa asing.
Andai suatu tempat jual makanan, lokasinya di wilayah Indonesia, pada umumnya pelanggannya juga orang Indonesia, maka sebaiknya gunakan istilah dalam menu makanan itu dengan bahasa Indonesia. Mengapa kita harus menggunakan chicken noodle dish jika ada padanannya mie ayam, yellow rice ‘nasi kuning’, fruit salad ‘rujak’, oxtail soup ‘sop buntut’ dan banyak lagi.
Marilah kita memerdekakan bahasa Indonesia dari jajahan bahasa asing.