Semangat Literasi dalam Program Revitalisasi Bahasa Daerah

Zahrotun Ulfah, S.S.

Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi resmi meluncurkan Program Merdeka Belajar episode ketujuh belas dengan tema Revitalisasi Bahasa Daerah: Festival Tunas Bahasa Ibu. Program ini secara diresmi diperkenalkan pada tanggal 22 Februari 2022 bersamaan dengan momentum perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari. Revitalisasi Bahasa Daerah secara serempak dilaksanakan di 12 provinsi dengan bahasa sasaran sejumlah 38 bahasa daerah, termasuk tiga bahasa daerah di wilayah Provinsi Maluku yaitu bahasa Buru, bahasa Kei, dan bahasa Yamdena.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata revitalisasi bermakna proses, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Kaitannya dengan bahasa daerah, revitalisasi memiliki makna upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah pada generasi muda. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa banyak bahasa daerah rentan kepunahan. Bahkan, di Maluku beberapa bahasa telah dinyatakan punah, seperti Bahasa Piru, Massarette, Kaiyeli, Palumata. Moksela, Hukumina, dan Loon (Asrif, 2018).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kepunahan bahasa. Pertama, adanya silang budaya. Silang budaya biasanya terjadi dalam perkawinan antar budaya yang berbeda sehingga pemilik bahasa tidak lagi menggunakan bahasa daerah dalam ranah keluarga. Kedua, faktor migrasi atau perpindahan domisili.  Ketiga, ialah sikap bahasa dari pemilik bahasa terutama para generasi muda. Sikap bahasa di kalangan generasi muda saat ini cenderung merasa rendah diri atau tidak percaya diri apabila menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari.

Dari berbagai penyebab kepunahan bahasa daerah, kehadiran revitalisasi bahasa daerah diharapkan menjadi tonggak untuk menghidupkan dan melestarikan kembali bahasa tersebut.  Konsep revitalisasi bahasa daerah yang dicanangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terdapat tujuh pilihan materi mata ajar, diantaranya: 1) membaca dan menulis aksara daerah, 2) menulis cerita pendek, 3) membaca puisi, 4) mendongeng, 5) pidato, 6) tembang tradisi, dan 7) komedi tunggal (stand up comedy). Materi ini diajarkan di sekolah dan selanjutnya dilombakan dalam Festival Tunas Bahasa Ibu.

Selanjutnya, bagaimana kaitannya revitalisasi bahasa daerah dengan literasi?

Menurut Unesco, literasi ialah kemampuan atau kualitas melek aksara di dalam diri seseorang yang di dalamnya terdapat kemampuan membaca, menulis juga mengenali serta memahami ide-ide secara visual. Sejalan dengan hal itu, Education Development Center, mengungkapkan bahwaliterasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan kecakapan yang dimiliki dalam hidupnya. Literasi pada dasarnya tidak sekadar tentang kemampuan dasar membaca dan menulis. Literasi dalam konteks yang luas berarti kecakapan terhadap teknologi, kehidupan sosial, politik, berpikir kritis, dan peka terhadap kondisi lingkungan sekitar.

Saat ini, gambaran umum literasi setiap daerah di Indonesia dapat dilihat pada laman Rapor Pendidikan Publik yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Data diperoleh melalui mekanisme Asesmen Nasional oleh Pusat Asesmen Pendidikan. Secara umum, tingkat literasi siswa Provinsi Maluku baik jenjang SD, SMP, maupun SMA sederajat masih di bawah kompetensi minimum. Hal ini tentu menjadi perhatian besar, khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memiliki program dalam memajukan literasi, yakni Gerakan Literasi Nasional. Gerakan Literasi Nasional (GLN) terbagi kedalam beberapa kecakapan literasi dasar, yaitu: (1) literasi baca tulis, (2) literasi numerasi, (3) literasi finansial, (4) literasi sains, (5) literasi digital, dan (6) literasi budaya kewarganegaraan. Sejalan dengan konsep GLN, konsep revitalisasi bahasa daerah dipandang turut meningkatkan budaya literasi, khususnya bagi generasi muda. Melalui materi ajar menulis cerita pendek, generasi muda diharapkan mampu menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan. Di samping itu, dalam kegiatan mendongeng dan berpidato bahasa daerah peserta juga diajarkan tentang memahami sebuah bacaan sehingga ia mampu menginterpretasikannya dalam bentuk lisan. Hal ini sesuai dengan literasi baca tulis yang dituntut mampu menuliskan, menangkap informasi, dan memahami isi teks tertulis, baik yang tersirat maupun tersurat.

Dalam revitalisasi bahasa daerah, generasi muda tidak sekadar belajar mengetahui dan memahami, namun diharapkan mampu menggali nilai yang terkandung di dalam puisi, cerita pendek, dongeng, serta produk budaya seperti syair atau nyayian adat dalam bahasa daerah. Hal ini sejalan dengan unsur pemenuhan kecakapan literasi budaya yang didalamnya memuat kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap budaya Indonesia sebagai identitas bangsa.  Tidak heran jika revitalisasi bahasa daerah menjadi salah satu jalan baru dalam menumbuhkkan semangat literasi.

Dengan demikian, langkah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk menumbuhkan daya hidup dan semangat berbahasa daerah ini sekaligus menumbuhkan semangat masyarakat dalam berliterasi. Enam kecakapan literasi dengan sendiri turut tumbuh subur bersama dengan hidupnya bahasa daerah. Literasi dalam wujud cerita dan budaya daerah dapat dinikmati dan semakin dekat dengan masyarakat khususnya generasi muda.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

four + 2 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top