Widya Sendy Alfons, S.Pd.
Penyuluh Bahasa di Kantor Bahasa Provinsi Maluku
Bagai lalu lintas tak berambu, bahasa tanpa kaidah pun tidak akan terarah. Bahasa, baik lisan maupun tulisan perlu diatur oleh kaidah. Pemberlakuan kaidah pada suatu bahasa adalah upaya menertibkan penggunaan bahasa secara baik dan benar. Salah satunya dengan mengonsepkan aspek bahasa, yakni ejaan. Menurut KBBI, ejaan adalah adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Usaha menyusun ejaan sudah sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20, tetapi masih banyak hal yang belum sempurna sesuai tujuannya (Lukman Ali:2000). Pemberlakuan ejaan di Indonesia memang berganti beberapa kali. Hal tersebut terjadi karena dianggap perlu untuk penyempurnaan konsep ejaan itu sendiri. Ejaan-ejaan yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu Ejaan Van Ophuijsen (1910), Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnaka (1972), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi II (1987), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi III (2009), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) Edisi IV (2015), Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi V (2022).
Penyempurnaan ejaan dari masa ke masa tentu atas dasar berbagai pertimbangan. Beberapa alasan yakni, keinginan menyusun konsep aspek-aspek kebahasaan demi memperkuat kedudukan dan pemakaian bahasa Indonesia, memodernkan bahasa Indonesia, hingga berkembang luas menjadi suatu keharusan menjawab kebutuhan perubahan zaman yang jelas berpengaruh besar pada bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Sama halnya dengan langkah pemutakhiran PUEBI ke EYD Edisi V yang telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa No. 0321/I/BS.00.00/2021. Hal ini dianggap perlu karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada fenomena kebahasaan di Indonesia bahkan dunia. Bahasa Indonesia sangat terbuka akan hal ini sehingga memberikan ruang untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi melalui pembaharuan dan pemutakhiran ejaan. Pada EYD V terdapat tujuh langkah pemutakhiran yang membedakannya dengan PUEBI, yakni penambahan kaidah, perubahan kaidah, perubahan redaksi, pemindahan kaidah, penghapusan kaidah, perubahan contoh, dan perubahan tata penyajian isi.
Beberapa kaidah yang ditambahkan dalam EYD Edisi V (2022), sebagai berikut.
1. Penambahan monoftong pada poin pertama kaidah gabungan huruf vokal. Monoftong dalam bahasa Indonesia dilambangkan dengan gabungan huruf vokal eu yang dilafalkan [ɘ]. 2. Penambahan poin keempat pada kaidah penggunaan huruf capital tentang penulisan nama teori, hukum, dan rumus. 3. Penambahan pada poin kelima pada kaidah penggunaan huruf kapital yang tidak digunakan untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna ‘anak dari’, seperti bin, binti, boru, dan van, kecuali dituliskan sebagai awal nama atau huruf pertama kata tugas dari. 4. Penambahan poin kesebelas pada kaidah penggunaan huruf kapital yang digunakan sebagai huruf pertama seperti pada nama bangsa, suku, bahasa, dan aksara. 5. Penambahan catatan pada poin pertama kaidah penggunaan huruf tebal, yakni dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak tebal ditandai dengan garis bawah dua. 6. Penambahan poin kedua pada kaidah penulisan singkatan nama orang dalam bentuk inisial ditulis tanpa tanda titik. 7. Penambahan poin 4c pada kaidah penulisan singkatan yang lazim digunakan dalam penulisan alamat dapat tertulis dengan dua huruf atau lebih dan diakhiri tanda titik. 8. Penambahan poin kedua pada kaidah penggunaan kata ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya. kata ganti kau yang bukan bentuk terikat ditulis terpisah dengan kata yang lain. 9. Penambahan poin kedua pada kaidah penggunaan tanda titik yang digunakan untuk mengakhiri pernyataan lengkap yang diikuti perincian berupa kalimat baru, paragraf baru, atau subjudul baru. 10. Penambahan poin kesepuluh pada kaidah penggunaan tanda koma yang digunakan sesudah salam pembuka (seperti dengan hormat atau salam sejahtera), salam penutup (seperti salam takzim atau hormat kami), dan nama jabatan penanda tangan surat. 11. Penambahan poin keempat pada kaidah penggunaan tanda titik koma yang digunakan untuk memisahkan sumber-sumber kutipan. 12. Penambahan poin keenam pada kaidah penggunaan tanda titik dua yang dapat digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu. 13. Penambahan poin ketujuh pada kaidah penggunaan tanda titik dua yang digunakan untuk menuliskan rasio dan hal lain yang menyatakan perbandingan dalam bentuk angka. 14. Penambahan poin kesembilan pada kaidah penggunaan tanda hubung yang digunakan untuk menandai dua unsur yang merupakan satu kesatuan. 15. Penambahan poin ketiga pada kaidah penggunaan tanda elipsis yang digunakan untuk menandai jeda panjang dalam tuturan yang dituliskan. 16. Penambahan poin keempat pada kaidah penggunaan tanda elipsis di akhir kalimat diikuti dengan tanda baca akhir kalimat berupa tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. 17. Penambahan poin kedua puluh pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf cr (Belanda, Inggris, Prancis) menjadi kr. 18. Penambahan poin kedua puluh satu pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf ct pada akhir kata menjadi k. 19. Penambahan poin kedua puluh empat pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf dh menjadi d. 20. Penambahan poin kedua puluh enam pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf ea yang dilafalkan /i/ menjadi i. 21. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf eu (Aceh, Sunda, Rejang) yang dilafalkan /ɘ/ tetap eu. 22. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf kl tetap kl. 23. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf kr tetap kr, 24. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum huruf n (Jepang, Cina) di depan p menjadi m. 25. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf oi (Belanda, Inggris, Prancis) tetap oi. 26. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf pl tetap pl. 27. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf pr tetap pr. 28. Penambahan poin ketiga puluh dua pada kaidah penggunaan unsur serapan umum gabungan huruf tr tetap tr.
Penambahan, perubahan, penghapusan, dan pemindahan kaidah adalah wujud betapa pentingnya ejaan terhadap bahasa Indonesia. Contoh setiap poin perubahan dapat dilihat dalam EYD Edisi V pada Laman Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kita, sebagai pengguna bahasa Indonesia harus memahami isi pemutakhiran ejaan sebagai salah satu kompas ke arah perwujudan penertiban penggunaan bahasa Indonesia. Semoga tulisan ini semakin mencerahkan pemahaman pembaca tentang pemutakhiran khususnya penambahan kaidah pada EYD Edisi V.