Pentingkah Revitalisasi Bahasa Daerah?

Marvin Patrick Patty dan Marchia Molle

Duta Bahasa Provinsi Maluku Tahun 2022

Indonesia memiliki 718 bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara[1]. Kekayaan bahasa daerah ini tentu dapat menjadi energi besar bagi kemajuan bangsa Indonesia. Sayangnya, perkembangan justru mengancam dan manusia semakin tenggelam dalam peradaban yang mengikis budaya.

Masyarakat menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia yang terus berubah hingga saat ini. Namun, perkembangan yang ada malah memberikan dampak yang buruk bagi pelestarian bahasa di Indonesia. Dimulai dari generasi muda yang lebih menggunakan bahasa asing dan bahasa gaul pada aktivitas sehari-hari melahirkan budaya baru di kalangan pemuda. Hal ini membuat bahasa daerah tidak lagi digunakan pada generasi muda, bahkan ketika bertemu dengan orang lain mereka merasa malu ketika menggunakan bahasa daerah karena pemikiran mereka terhadap bahasa daerah adalah bahasa yang terbelakang. Ajaran dari orang tua dalam menanamkan dan menumbuhkan rasa cinta pada bahasa daerah pun tidak dihiraukan. Perkembangan era globalisasi membuat perspektif dan cara pandang masyarakat mengenai bahasa berubah. Bahasa asing yang dijadikan bahasa internasional turut memengaruhi berbagai bidang kehidupan misalnya, pekerjaan dan Pendidikan. Masyarakat pun akhirnya ekstra mempelajari bahasa asing ketimbang bahasa daerah. Lebih parahnya lagi, bahasa daerah mulai ditinggalkan karena dianggap tidak penting sekarang ini.Selain itu, berkurangnya penutur bahasa daerah juga menjadi salah satu alasan punahnya bahasa daerah, padahal bahasa daerah juga punya andil besar sebagai penyumbang kosakata dalam bahasa Indonesia.  

Menanggapi permalasahan ini, Kemendikbudristek mengadakan revitalisasi bahasa daerah di 12 provinsi di Indonesia yang merupakan paket kebijakan dalam Merdeka Belajar Episode 17, diluncurkan tanggal 22 Februari 2022. Program revitalisasi bahasa daerah memiliki tahapan-tahapan sebagaiberikut : 1) pemetaan bahasa; 2) kajian vitalitas bahasa; 3) konservasi; 4) revitalisasi; dan 5) registrasi. Program revitalisasi bahasa daerah juga turut membentuk pengajar-pengajar yang inovatif dan kreatif sehingga proses pembelajaran yang dilakukan akan terasa menyenangkan, membangun kreativitas dan memberikan hasil yang maksimal. Sasaran revitalisasi bahasa daerah ini adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah[2]. Maluku merupakan salah satu provinsi yang diberikan kesempatan untuk merevitalisasi tiga bahasa, yakni bahasa Buru, bahasa Yamdena, dan bahasa Kei.

Duta Bahasa Provinsi Maluku, sebagai mitra kerja dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa turut berkontribusi dalam mendukung proses revitalisasi bahasa daerah baik secara langsung maupun tidak. Duta Bahasa Provinsi Maluku ikut mendampingi proses revitalisasi bahasa ke daerah-daerah yang direvitalisasi bahasanya. Selain itu,melalui krida yang telah kami buat, “Kalesang Bahasa Daerah” dengan memanfaatkan teknologi digital “Linktree” berisi konten-konten kebahasaan kami pun turut berperan menjaga dan melindungi bahasa daerah di Maluku. Konten-konten kebahasaan yang dimuat dalam satu tautan tersebut dapat diakses oleh khalayak ramai. Kami juga turut mengampanyekan konten-konten kebahasaan ini melalui media sosial dan pembagian pamflet ke tempat-tempat umum.

Konten-konten kebahasaan yang telah kami buat antara lain: 1) Kartu Pintar Kosakata Melayu Ambon, pada bagian ini berisi kosakata Melayu Ambon. Setiap kata di kartu pintar ini dilengkapi dengan gambar yang sesuai dengan makna kata. Hal ini akan membantu untuk memahami arti kata tersebut. Kartu pintar ini dibuat dengan tujuan untuk mendukung program revitalisasi bahasa daerah agar anak-anak di Kota Ambon tetap melestarikan bahasa daerahnya. Selain itu, kartu pintar ini juga bisa dijadikan bahan ajar kepada anak-anak PAUD, SD, dan juga masyarakat umum. 2) Cerita Rakyat Maluku, pada bagian ini terdapat beberapa cerita rakyat Maluku yang didesain dengan menarik agar pembaca semakin tertarik untuk membaca cerita tersebut. Pada buku cerita ini juga terdapat tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa Inggris. 3) Dubas Bastori, dubas bastori merupakan siniar yang dibuat sebagai salah satu aksi nyata (krida kebahasaan) Duta Bahasa Provinsi Maluku untuk melestarikan bahasa daerah di Maluku dengan cara mendongeng. Duta Bahasa Provinsi Maluku memanfaatkan cerita rakyat yang telah diterbitkan oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku menjadi bahan dongeng agar dapat didengar dan disebarluaskan kepada masyarakat khususnya anak-anak. 4) Instagram dan Tik-tok, instagram dan tik-tok merupakan media yang digunakan untuk mengunggah konten-konten kebahasaan baik berupa permainan, kuis, dan video-video menarik yang bertujuan untuk mengampanyekan penggunaan bahasa Indonesia dan bentuk pelestarian terhadap bahasa daerah Maluku. Dan yang terakhir ialah komentar, formulir ini dibuat bertujuan agar masyarakat luas juga dapat berpartisipasi memberikan komentar, baik untuk menyumbangkan kosakata-kosakata Melayu Ambon, maupun mengunggah file suara mendongeng.

Konten-konten kebahasaan yang terdapat dalam Linktree lebih banyak menggunakan Melayu Ambon. Selain bahasa Kei, Buru, dan Yamdena yang sementara direvitalisasi, penguasaan Melayu Ambon di Kota Ambon juga harus mendapat perhatian serius. Anak-anak di daerah perkotaan banyak yang sudah tidak menguasai kosakata Melayu Ambon. Oleh karena itu, pembuatan “Kartu Pintar Kosakata Melayu Ambon” diharapkan dapat menjangkau semua anak dan digunakan secara bebas di instansi formal milik pemerintah maupun nonformal. Pembiasaan itu harus dimulai dari anak, pewarisan bahasa sebaiknya berjenjang agar pemahaman anak akan bahasa itu sendiri semakin mantap. Anak yang telah diajarkan bahasa daerahnya sejak kecil, pasti memiliki emosional yang berbedadengananak yang tidak diajarkan. Rasa memiliki dan mencintai anak tersebut akan bahasa daerahnya akan lebih tinggi.

Selain itu, konten yang dikemas dan dibagikan ke beberapa media sosial juga diharapkan dapat menjadi bahan edukasi bagi generasi muda. Nyatanya, banyak anak muda yang malu menggunakan bahasa daerah dengan beragam alasan. Satu yang sangat populer, yakni dianggap kurang pergaulan. Banyak pemuda yang menganggap bahasa daerah adalah suatu ketertinggalan, padahal mereka lupa bahwa bahasa adalah kekayaan yang amat besar dan memiliki kekuatan besar untuk menyatukan. Bahasa daerah yang dikemas dalam bentuk konten di media sosial akan terlihat lebih modern penyajiannya dan yang paling penting tetap terjaga dan terawat. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para duta bahasa agar mampu memberikan dampak yang positif tentang pentingnya menjaga bahasa daerah.

Banyak upaya telah dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian bahasa daerah. Revitalisasi bahasa daerah diharapkan dapat menghidupkan kembali bahasa daerah yang hampir punah, meningkatkan penggunaan bahasa daerah di lingkungan masyarakat, melahirkan para penutur muda dan mengembalikan cara pandang masyarakat untuk tetap melestarikan bahasa daerah adalah upaya yang harus dilakukan bersama. Dengan adanya program revitalisasi bahasa daerah diharapkan agar seluruh masyarakat tetap bangga dalam menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sehingga bahasa itu tetap lestari sebagai bagian dari identitas dan jati diri bangsa. Mari bersama-sama kita “utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing”. Salam literasi! 


[1]https://regional.kompas.com

[2]https://www.kemdikbud.go.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

five + eight =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top