Bahasa Indonesia Itu Kaku, Benarkah?

Rara Rezky Setiawati, S.S.

Penyuluh di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Kabar Timur

Anjuran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar diartikan sebagai penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan situasi dan kaidahnya. Bahasa Indonesia pada dasarnya tidak menuntut penggunanya untuk menggunakan bahasa Indonesia yang benar di kehidupan sehari-hari. Namun, pengguna bahasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Artinya, bahasa Indonesia digunakan pada situasi tertentu, seseorang yang berada dalam situasi tertentu harus memilih bahasa yang sesuai dengan situasi tersebut. Penggunaan bahasa Indonesia yang tepat dan sesuai dengan situasi, dianggap lebih komunikatif.

Bahasa yang komunikatif tidak harus menggunakan bahasa baku, dalam hal ini bahasa baku diartikan sebagai bahasa yang harus memiliki subjek, objek, dan predikat. Bahasa baku disebut juga dengan bahasa yang benar karena bahasa harus sesuai dengan kaidah. Oleh sebab itu, dalam bahasa lisan tidak selalu harus menggunakan bahasa baku, tetapi bahasa yang baik harus juga menggunakan kosakata yang tepat. Namun, sebagian pengguna bahasa menganggap kabakuan suatu kosakata itu kaku sehingga hal tersebut menyebabkan sebagian masyarakat berpikir bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang tidak luwes. Kekeliruan penggunaan kosakata yang tidak baku menjadi lazim digunakan di berbagai kalangan. Hal tersebut membuktikan kurangnya pemahaman pengguna bahasa menggunakan kosakata yang tepat sehingga sebuah kalimat atau ucapan yang diucapkan sesuai dengan makna dari kata tersebut. Oleh sebab itu, kosakata tidak baku sering digunakan dan terbiasa memakai kata yang tidak lazim. Ketidaklaziman kata yang selalu digunakan akan mengakibatkan pengguna bahasa tidak terbiasa menggunakan kata yang tepat.

Pada dasarnya, ada cara yang harus diketahui agar pengguna bahasa bisa berbahasa baku tetapi tidak kaku, yaitu menyadari fungsi bahasa tersebut. Selama ini, beberapa pengguna bahasa menganggap bahwa fungsi bahasa ialah sebagai alat untuk berkomunikasi atau untuk menyampaikan pesan saja, bahkan fungsi bahasa dianggap sepele. Kadang-kadang sebagian pengguna bahasa beranggapan yang penting pesan sudah tersampaikan padahal kenyataannya ialah saat berkomunikasi, kedua belah pihak menyepakati sesuatu yang disampaikan sehingga pesan tersebut tersampaikan. Sebaliknya, saat kita berkomunikasi dan lawan bicara berbeda pemahaman berarti pesan tersebut tidak tersampaikan.

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan, pengguna bahasa membutuhkan kata yang tepat ketika berbahasa, contoh mawas diri dan wawas diri. Kedua kosakata tersebut memiliki makna yang berbeda, dalam KBBI mawas diartikan orang utan, sedangkan wawas diri diartikan introspeksi. Kata plakat diartikan surat pengumuman (undang-undang dan sebagainya) berupa gambar ataupun tulisan yang ditempelkan di dinding, tembok, dan tempat-tempat umum untuk penyebaran yang lebih luas, sedangkan plaket diartikan tanda peringatan yang terbuat dari logam, porselen, dan sebagainya; lencana. Selanjutnya, kata absen yang sering dimaknai dengan kehadiran, padahal arti kata absen ialah tidak masuk atau tidak hadir. Kata yang seharusnya digunakan ialah presensi. Kata acuh yang selalu dipasangkan dengan kata tidak, sedangkan acuh memiliki arti peduli; mengindahkan, ada juga kata bergeming yang selalu dipasangkan dengan kata tidak yang menjadi tidak bergeming. Padahal cukup menggunakan kata bergeming, dalam KBBI bergeming diartikan tidak bergerak sedikit juga; diam saja.

Hal tersebut menjadi penting bagi pengguna bahasa untuk menyadari kosakata yang tepat berdasarkan KBBI. Komunikasi yang efektif itu bukan semata-mata pesan tersampaikan, melainkan komunikasi harus disepakati oleh kedua belah pihak. Tidak semata-mata yang penting, tetapi penting bagi pengguna bahasa untuk menyadari makna dari kosakata yang digunakan sehingga pesan tersampaikan. Selain komunikasi yang menjadi fungsi bahasa, ada juga fungsi bahasa lain, yaitu bahasa sebagai alat ekspresi. Kemampuan pengguna bahasa untuk mengekspresikan rasa dengan baik dan santun penting dilakukan dalam berkomunikasi. Kadang-kadang pengguna bahasa sulit untuk mengekspresikan sesuatu dengan lawan bicara sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Ketika lawan bicara tidak dapat memahami sesuatu yang disampaikan, ekspresi membantu agar komunikasi dengan kedua belah pihak saling paham sehingga kesalahpahaman tidak terjadi.

Selanjutnya, bahasa juga berfungsi sebagai alat untuk membentuk koneksi sosial. Berada di suatu lingkungan tertentu, pengguna bahasa mungkin berusaha menggunakan bahasa yang dipakai di lingkungan tersebut. Contoh, lingkungan anak muda yang sehari-hari menggunakan bahasa gaul, pengguna bahasa yang tidak terbiasa dituntut untuk mengikuti bahasa mereka untuk mengakrabkan diri di lingkungan tersebut, bergantung masing-masing tujuan pengguna bahasa untuk berada di lingkungan tersebut. Lingkungan anak muda menjadi salah satu faktor munculnya bahasa slang yang merupakan identitas lingkungan tersebut. Menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminuddin Aziz, bahasa gaul dapat disebut memiliki status sosial yang lebih terbuka, hangat, dinamis, kekinian, dan egaliter. Sebagai alat pergaulan sosial, bahasa gaul menjadi penanda identitas dan pengikat kelompok. Oleh sebab itu, munculnya bahasa-bahasa slang merupakan salah satu upaya untuk memperkaya kosakata-kosakata bagi perkembangan bahasa Indonesia, meskipun bahasa tersebut ada di dalam KBBI, bahasa itu hanya dicakapkan karena bahasa slang dianggap bahasa anak muda yang pada dasarnya digunakan di lingkungan itu saja. Pemahaman ketiga fungsi bahasa tersebut merupakan salah satu cara untuk menunjang kedinamisan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia tidak dianggap sebagai bahasa yang kaku.

Pengguna bahasa dituntut menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan konteks karena pemahaman bahasa Indonesia yang baik sangat diperlukan. Penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan benar tentu tidak dapat dipakai di semua lingkungan dan kondisi, bahasa Indonesia harus disesuaikan sehingga bahasa tersebut menjadi luwes digunakan. Pengguna bahasa tidak bisa memungkiri ketika berada di lingkungan pengguna bahasa yang menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur bahasa asing. Situasi tersebut bergantung pengguna bahasa itu sendiri, ketika pengguna bahasa konsisten menggunakan bahasa Indonesia bisa saja lawan bicara terpengaruh untuk menggunakan bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, diharapkan bagi pengguna bahasa tidak beranggapan bahwa bahasa Indonesia terlalu kolot digunakan karena kaku. Sebaliknya, pegiat bahasa harus memahami gejala-gejala sosial dalam bahasa dan tidak menganggap bahwa bahasa-bahasa lain sebagai perusak bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak mesti selalu benar, tetapi harus selalu baik..

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

18 − 7 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top