Rangkaian Tradisi Maku-Maku Usi Rosa di Dusun Rouhua, Maluku

Herni Paembonan
Widyabasa Ahli Pertama Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Rouhua adalah sebuah dusun yang terletak di Negeri Sepa, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Perjalanan ke Dusun Rouhua dapat ditempuh sekitar 1 jam dari Masohi, ibu kota kabupaten dengan menggunakan kendaraan roda empat. Suku yang menetap di daerah tersebut adalah suku Naulu yang merupakan penduduk asli dari Pulau Seram.

Suku Naulu di Rouhua memiliki tradisi yang menarik dan cukup unik. Sahusilawane (2012) dalam tulisannya yang berjudul “Inisisasi Orang-Orang Naulu di Pulau Seram” menyampaikan bahwa pelaksanaan setiap ritual adat oleh suku Naulu merupakan sebuah apresiasi untuk para leluhur dalam bentuk menjaga dan mewariskan nilai-nilai religius kepada generasi mereka. Salah satu tradisi yang masih dijaga dengan baik oleh suku Naulu ialah tradisi Maku-Maku Usi Rosa. Tradisi Maku-Maku Usi Rosa ialah sebuah ritual adat yang dilakukan oleh suku Naulu dengan tujuan penebusan atau penghapusan dosa. Penebusan dosa ini juga disebut oleh suku Naulu sebagai kahuae. Upacara penebusan dosa merupakan upacara sakral yang dipercayai oleh masyarakat Naulu yang dapat menghilangkan dosa-dosa dalam kehidupan mereka. Dosa yang ditebus ialah semua kejelekan dan hal-hal tidak baik yang pernah dilakukan oleh manusia.

Rangkaian tradisi maku-maku adalah sebagai berikut.

1. Persiapan

Tahap persiapan tradisi maku-maku dimulai dengan pencarian bahan-bahan untuk membuat tifa, salawaku, dan mahkota hiasan yang akan digunakan oleh tetua adat. Tifa adalah alat musik berbentuk gendang kecil yang biasanya terbuat dari kulit rusa. Salawaku adalah perisai parang yang terbuat dari kayu. Para pemuda pergi ke hutan untuk mencari kayu dan berburu rusa, burung kakak tua, burung nuri, dan burung kasuari. Kulit rusa dijadikan sebagai bahan dasar tifa sementara dagingnya dijadikan sebagai hidangan dulang atau makan bersama. Bulu burung kakak tua, burung nuri, dan burung kasuari digunakan untuk pembuatan mahkota. Sementara itu, kayu yang didapat menjadi bahan dasar salawaku.

Kayu yang akan dipilih untuk membuat salawaku ialah kayu dari pohon salawaku. Pohon tersebut hanya dapat dipotong oleh laki-laki dewasa yang sudah melewati proses acara kahuae atau tebus dosa dan telah mengikuti maku-maku. Selain itu, pohon yang dipilih telah melewati serangkaian proses adat. Pemotongan kayu berdasarkan pada kondisi bulan, yaitu setelah bulan purnama. Alasannya, kondisi kayu pada saat bulan tua dianggap lebih kuat secara material sehingga akan berpengaruh pada keawetan salawaku. Kayu tersebut akan dipotong dengan panjang kurang lebih 75 cm dan diameter kurang lebih 35 cm. 

Setelah semua bahan siap, bahan-bahan dibawa ke rumah adat suku Naulu, yaitu rumah adat Matoke. Persiapan selanjutnya adalah pembuatan pakaian adat untuk acara maku-maku. Adapun kelengkapan pakaian adat yang disiapkan adalah sebagai berikut.

  1. Karanunu ialah ikat kepala berwarna merah yang dibuat dari kain berang. 
  2. Nonie gelang ialah hiasan tangan berbentuk gelang yang terbuat dari kulit kayu dan digunakan di lengan atas. Gelang bagian luar dililit dengan batang bulu kasuari dan dianyam dengan rotan sipoi atau sane, yakni tali berwarna cokelat. Gelang diukur sesuai dengan ukuran lengan penari maku-maku.
  3. Kapakate ialah tali pengikat yang dililit di pinggang dengan bahan dasar kulit kayu.
  4. Ayunte ialah kain lilit berbentuk celana yang digunakan oleh laki-laki.
  5. Masinatanai ialah hiasan kaki berbentuk gelang yang terbuat dari rotan.
  6. Weketisi aka ronae ialah campuran antara berbagai jenis dedaunan dan minyak kelapa yang dimasak. Minyak tersebut dioleskan ke seluruh peserta maku-maku. Tujuannya agar peserta terlihat lebih menarik ketika melakukan prosesi.

2. Pelaksanaan

Setelah semua alat pendukung dalam prosesi Maku-Maku Usi Rosa siap, keesokan harinya semua laki-laki dan kepala marga memakai pakaian adat di rumah masing-masing. Semua laki-laki yang menjadi peserta Maku-Maku Usi Rosa berjalan menuju rumah adat untuk memulai prosesi. 

Prosesi dilakukan dengan mengelilingi rumah adat sebanyak lima kali. Hal ini sesuai dengan filosofi patalima. Patalima artinya ’lima kelompok’. Ketika mengelilingi rumah adat akan terdengar lantunan nyanyian sakral dalam bahasa Naulu yang hanya bisa dilakukan oleh tetua adat yang dipilih sebagai pemimpin prosesi. Tetua adat yang memimpin prosesi ditentukan oleh marga Matoke dan biasanya yang dipilih adalah tetua adat bermarga Sounawe. 

Pada malam harinya, prosesi dilanjutkan dengan tarian maku-maku yang dilaksanakan di rumah adat. Para penari merupakan seluruh peserta dari prosesi tersebut. Jumlah peserta yang mengikuti tarian maku-maku harus genap sekitar seratus orang. Peserta membentuk lingkaran dengan saling merangkul dan menari mengelilingi obor yang terbuat dari kayu damar. Tarian diiringi dengan alat musik tifa sambil menyanyikan kahuai, yaitu nyanyian penebusan dosa. Adapun nyanyian kahuai terdiri atas tiga bagian sebagai berikut.

  1. Sana kahuai merupakan nyanyian pembuka di dalam proses kahuae yang dinyanyikan tanpa alat musik pengiring. Nyanyian ini berbentuk sajak yang menceritakan keindahan alam, bulan, dan bintang pada malam hari. Lirik nyanyian sana kahuai adalah sebagai berikut.
    Nai Nai Sopo Sopo Onriya Hunane
    Ooo aaa oooaaa ooo (teriakan pembuka sebagai awal mula nyanyian)
    Neiteianei ooo 
    Neiteianei ooo 
    Mukarirouw ooo 
    Atao sopa sopa oriria humane ooo aooo aooo 
    Tetepaneyo sai sai on riya ranane ooo 
    Ranane siuwa re rasopa ranani kuna ooo 
    Nikuna si sai rana ne he ooo 
    E he… nasi noi noyo ooo
    Rari honi pati sani yaow natu hutunona ooo
  2. Hete ahinae merupakan nyanyian kedua dengan irama atau ritme yang lebih lambat. Nyanyian ini diiringi dengan alat musik tifa. Lirik nyanyian hete ahinae adalah sebagai berikut. 
    Aaa Ayeurei uuu hu yeurei 
    You upu ama onriaw
    Itiyure yare honi 
    Ayerehoni ooo 
    Rusune pusaka osi ipai inana ooo 
    Yasakota yaowakare yaiya nara pusu rapuso mara one ooo 
    Yaitope nusa waria asinahu 
    Amaaa sinahu sana waei 
    Irue ipotuina paniama 
    Yakenea nesapan taou 
    Oni mai muye oni mai muye
    Onin nokapanaow oheta 
    Oreken reken 
    Pusuarena maowoti numute naria 
    Owawakakina ewaesai 
    Owawakakinawae osi 
    Molaon ria ria ounie nehi muye namai 
    Nawapatia mosi nuhu namaye sopaia yakenuma 
    Weaupua sioama nakupusi 
    Reneaooo… reneao roho roho
    Kohoa Rohoa

    Nyanyian di atas menceritakan perjalanan marga Matoke. Marga Matoke merupakan keturunan Upu Ama yang berasal dari Sawai, Seram Utara yang berpindah ke daerah Seram Selatan. 
  3. Saikahuai merupakan nyanyian yang berisi kumpulan kapata yang ada di dusun Rouhua. Nyanyian ini diiringi oleh alunan musik tifa dan gendang dengan ritme yang lebih cepat dari ritme nyanyian hate ahinae. Gerakan tarian dalam nyanyian ini dilakukan dengan lebih energik. Salah satu kapata dalam nyanyian saikahuai adalah sebagai berikut.
    Umbuama ita rumbelaow… 
    Ita rumbelaow… 
    Wainauwiteluow…
    Wainauw teluow… (dinyanyikan berulang)

    Nyanyian di atas menceritakan Tuhan sebagai pencipta bumi dan semua isinya.

Rangkaian tradisi Maku-Maku Usi Rosa yang masih memanfaatkan kearifan lokal membuktikan bahwa suku Naulu masih menjaga tradisi mereka. Maku-maku direfleksikan sebagai tarian kemenangan setelah pelaksanaan Usi Rosa. Masyarakat di Naulu memercayai bahwa dengan selesainya tradisi tersebut, mereka akan lahir kembali dalam keadaan suci dan bebas dari dosa sehingga mereka pun dapat menjalani kehidupan dengan baik.

Tradisi Maku-Maku Usi Rosa sebagai salah satu kekayaan budaya Nusantara harus dijaga, dilestarikan, dan diwariskan agar tetap dapat bertahan di tengah-tengah derasnya terpaan budaya yang makin modern. Hal ini sejalan dengan pendapat Pudentia (2015) dalam buku berjudul Metodologi Kajian Tradisi Lisan yang mengungkapkan bahwa untuk mempertahankan sebuah tradisi dapat diwariskan dari generasi ke generasi lain melalui berbagai cara, seperti pengucapan langsung, nyanyian, atau pertunjukan. Setidaknya, generasi muda di Rouhua akan tetap dapat mengenal bahkan dapat menjadi pelaku dari tradisi ini.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eighteen − two =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top