Kepunahan dan Revitalisasi Bahasa Daerah

Erniati

(Peneliti Pertama, Kantor Bahasa Maluku)

 

Revitalisasi bahasa merupakan upaya menciptakan bentuk dan fungsi baru tertentu terhadap suatu bahasa yang terancam punah. Hal ini bertujuan agar penggunaan bahasa tersebut meningkat. Bahkan kalau memungkinkan penutur bahasa pun bertambah. Revitalisasi yang dimaksudkan meliputi atau bukan hanya dengan tujuan memperluas system linguistik dari suatu bahasa minoritas, tetapi juga menciptakan ranah baru dalam penggunaannya oleh tipe penutur yang baru pula. Menurut beberapa ahli bahasa bahwa hilangnya ratusan bahkan ribuan bahasa merupakan bencana intelektual (King, 2001).

Hampir 20 tahun terakhir, revitalisasi bahasa menjadi sebuah fokus studi yang penting di kalangan pakar linguistik. Bidang ini menjadi sangat penting karena bahasa merupakan sisi yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Studi ini berkembang dengan pesat dan menyebar luas dalam bingkai dokumentasi. Tujuannya adalah mengembangkan, menciptakan ranah dan fungsi baru, bahkan menyelamatkan bahasa.

Salah satu cara untuk menyelamatkan bahasa yang hampir punah itu dengan dilakukannya dokumentasi. Hasil dokumentasi untuk tujuan revitalisasi memiliki daya tahan jangka panjang. Dengan demikian, generasi berikutnya masih dapat menikmati hasilnya, Bahkan hingga generasi yang mungkin tidak bisa lagi berbicara dalam bahasa tersebut.

Di era globalisasi seperti sekarang ini bisa dilihat fenomena di masyarakat Indonesia, bahwa penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu semakin berkurang dan tergantikan oleh bahasa Indonesia. Mereka lebih memilih bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Negara sangat memengaruhi berkembangnya penggunaannya di daerah yang sebenarnya masih ada yang menggunakan bahasa Indonesia.

Jika berbicara tentang pemertahanan dan revitalisasi bahasa tidak lepas dari konteks konsep/pembicaraan kekhawatiran perubahan bahasa (language change), peralihan bahasa (language shift), dan kematian bahasa (language death). Kematian bahasa terjadi kalau bahasa tersebut tidak ada lagi penuturnya. Ada beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kepunahan bahasa daerah, misalnya karena penuturnya sudah meninggal semua, karena bencana alam seperti bahasa Kayeli di Pulau Buru, Provinsi Maluku, atau secara alamiah penutur terakhir meninggal dunia.  Dalam kebanyakan hal, istilah kematian bahasa sering dipergunakan dalam konteks hilangnya bahasa (language loss) atau beralihnya penutur ke bahasa lain (language shift).

Kematian bahasa adalah titik akhir suatu proses yang biasanya didahului oleh adanya kontak bahasa (language contact) yang mengondisikan adanya perubahan atau peralihan bahasa. Proses ini umumnya bersifat pelan dan bertahap dalam jangka waktu yang relatif lama (gradual) pada situasi diglosia ke arah bahasa yang lebih berprestise. Revitalisasi bahasa bisa didefinisikan sebagai usaha untuk meningkatkan bentuk atau fungsi penggunaan bahasa untuk bahasa yang terancam oleh kehilangan bahasa (language loss) atau kematian bahasa (language death).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang berdaya. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali. Revitalisasi bahasa juga disebabkan karena adanya pergeseran atau pemertahanan bahasa. Kepunahan bahasa tidak selamanya karena penuturnya berhenti bertutur, melainkan akibat dari pilihan penggunaan bahasa sebagian besar masyarakat tuturnya (Landweer, 1999:1). Bahasa adalah sebuah identitas diri atau jati diri kita. Bahasa merupakan bagian penting dari kebudayaan, sifat keduanya adalah saling mengikat jika terjadi perubahan atau perkembangan.

Selain itu, sebab utama kepunahan bahasa-bahasa adalah karena para orang tua tak lagi mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anaknya dan tidak lagi secara aktif menggunakannya di rumah dalam berbagai ranah komunikasi (Grimes, 2000). Orang tua berkomunikasi dengan anak-anaknya menggunakan bahasa Indonesia. Seharusnya para orang tua mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anaknya agar bahasa ibu yang mereka miliki dari orang tua tidak punah dan bisa mengerti bahasa ibu mereka. Di era sekarang, fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia bahwa penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu semakin berkurang dan tergantikan oleh bahasa Indonesia.

Lemahnya dokumentasi bahasa dan karya sastra dan bahasa, memicu pudarnya penggunaan dan pengenalan bahasa ke generasi berikutnya. Tanpa masyarakat sadari, kepedulian mereka melestarikan bahasa daerah relatif rendah karena bahasa daerah dianggap tidak penting dalam kegiatan komunikasi, pendidikan, dan politik. Lingkungan juga berpengaruh karena di mana kita bersosialisasi dengan orang, kita menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi tidak dengan bahasa ibu.

Kecuali kita bersosialisasi di dalam lingkungan atau forum tertentu, misalnya forum anak-anak Alune, kemungkinan bahasa yang dipakai bahasa Alune untuk berkomunikasi. Atau forum anak-anak Kei kemungkinan bahasa yang digunakan adalah bahasa Kei. Terkadang merasa malu menggunakan bahasa ibu untuk berkomunikasi. Kenapa kita harus peduli dengan kepunahan bahasa adalah karena setiap bahasa itu menarik.

Revitalisasi melalui pendokumentasian bahasa sesungguhnya langkah awal dalam upaya merevitalisasi bahasa-bahasa yang terancam punah. Keberhasilan untuk merevitalisasi tetap bergantung pada masyarakat penutur itu sendiri. Namun, pemerintah pusat dan daerah, sebagai penentu kebijakan bahasa, juga bertanggung-jawab untuk menjaga dan melestarikan bahasa-bahasa yang ada di wilayahnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

17 − 1 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top